Semoga melalui media digital personal website yang sangat sederhana ini, tali silaturahmi dan pertemanan yang terputus dapat tersambung kembali dan mengakrabkan kita, sebab hidup dgn ilmu akan lebih mudah, hidup dgn seni akan lebih indah & hidup dgn iman pasti akan terarah.

Masukan yang bersifat membangun dapat dikirimkan melalui email : bagyoesx@gmail.com atau bagyo_27061965@yahoo.co.id atau SMS/Kontak HP 08159552196

29 Agustus 2007

KONSENSUS WASHINGTON = NEOLIBERALISME DAN TATANAN GLOBAL

Istilah "neoliberalisme" mengesankan suatu sistem prinsip-prinsip yang baru dan sekaligus didasarkan pada gagasan liberal klasik : Adam Smith dianggap sebagai tokoh panutan. Sistem doktrin ini juga dikenal sebagai "Konsensus Washington" yang menyarankan sesuatu mengenai tatanan global. Pengamatan lebih dekat menunjukkan bahwa gagasan mengenai tatanan global cukup akurat, namun tidak yang lainnya. Doktrin-doktrin tersebut tidak baru dan asumsi dasarnya jauh dari pemikiran yang menggerakkan tradisi liberal sejak Abad Pencerahan.
Konsensus neoliberal Washington adalah suatu rangkaian prinsip-prinsip berorientasi pasar yang dirancang oleh pemerintah Amerika Serikat bersama lembaga keuangan internasional yang berkuasa. Karena itu konsensus tersebut bersifat dominan ketika diterapkan dengan berbagai cara pada masyarakat yang rapuh, seringkali dalam bentuk program perubahan struktural yang mengikat. Singkatnya, prinsip dasarnya adalah : liberalisasi perdagangan dan keuangan, biarkan pasar menentukan harga ("dapatkan harga yang tepat"), akhiri inflasi ("stabilitas makro ekonomi"), dan privatisasi. Pemerintah seharusnya "keluar dari arena"—demikian juga masyarakat—sejauh pemerintah bersikap demokratis, sekalipun hal ini jarang dikemukakan. Keputusan mereka yang menetapkan "konsensus" ini berdampak besar pada tatanan global. Beberapa analis mengambil posisi yang lebih kuat. Pers internasional menyebut lembaga-lembaga ini sebagai "pemerintah dunia de facto" pada "masa penjajahan baru."
Lepas dari akurat atau tidak, penjelasan ini mengingatkan kita bahwa lembaga pemerintahan bukanlah agen independen melainkan refleksi pembagian kekuatan pada masyarakat yang lebih besar. Hal ini sudah menjadi kebenaran sejak masa Adam Smith, yang menunjukkan bahwa "arsitek utama" kebijakan di Inggris adalah "kaum pedagang dan pengusaha", Mereka menggunakan kekuasaan negara untuk menjamin kepentingan mereka sendiri, betapa pun memilukan dampaknya bagi pihak lain termasuk masyarakat Inggris. Yang menjadi kepedulian Smith adalah "kesejahteraan bangsa," namun dia mengerti bahwa "kepentingan nasional" sebenarnya adalah mimpi di siang bolong: dalam suatu "bangsa" ada banyak kepentingan yang sangat bertentangan sehingga untuk memahami kebijakan dan dampaknya kita harus bertanya di mana kekuatan berada dan bagaimana ia dijalankan. Inilah yang disebut sebagai analisis kelas.
"Arsitek utama Konsensus Washington" yang neoliberal adalah tokoh-tokoh ekonomi swasta terutama perusahaan raksasa yang mengendalikan sebagian besar ekonomi internasional dan memiliki pengaruh untuk membentuk kebijakan, pemikiran, dan pendapat. Amerika Serikat memiliki peran khusus dalam sistem neoliberalisme untuk alasan yang jelas. Meminjam kata-kata sejarahwan diplomasi, Gerald Haines, yang juga sejarahwan senior CIA, "Setelah Perang Dunia II Amerika Serikat berasumsi bahwa mereka, terlepas dari kepentingan pribadi, bertanggung-jawab atas kesejahteraan sistem kapitalis dunia." Haines memfokuskan pada apa yang disebutnya "Amerikanisasi Brasil," namun hanya sebagai kasus khusus. Pendapatnya cukup akurat.
Amerika Serikat telah menjadi pemimpin ekonomi dunia jauh sebelum Perang Duma II, dan selama perang mereka menjadi semakin kuat sementara lawan-lawannya semakin lemah. Perekonomian yang dikendalikan negara selama perang akhirnya mampu mengatasi Depresi Besar. Setelah perang berakhir Amerika Serikat menguasai setengah kekayaan dunia dan menjadi kekuatan adidaya tanpa preseden sebelumnya. Dengan sendirinya, arsitek utama kebijakan bermaksud menggunakan kekuatan ini untuk merancang suatu sistem global demi kepentingan mereka.
Dokumen tingkat tinggi menyebutkan "rezim nasionalis" dan "radikal", terutama di Amerika Latin, sebagai ancaman utama bagi kepentingan-kepentingan tcrsebut. Rezim-rezim ini bertanggungjawab atas munculnya tuntutan massa yang menghendaki "peningkatan segera standar hidup yang selama ini rendah di masyarakat" dan pemenuhan kebutuhan domestik. Kecenderungan ini menghambat tumbuhnya "iklim politik dan ekonomi yang kondusif bagi investasi swasta" yang menjanjikan keuntungan bagi negara dan "perlindungan terhadap bahan mentah milik kami"—milik kami, sekalipun berada di tempat lain. Untuk alasan tersebut, George Kennan, ahli perencanaan berpengaruh, menyarankan agar kita "berhenti membicarakan hal-hal yang tidak jelas dan tidak nyata seperti hak asasi manusia, peningkatan standar hidup, dan demokratisasi dan, sebaliknya, "langsung bertindak dengan menggunakan konsep kekuatan yang jelas," serta tidak membiarkan diri "dihambat dengan slogan-slogan idealis" mengenai "altruisme dan keuntungan bagi seluruh masyarakat dunia"— sekalipun slogan-slogan tersebut diakui bagus dan bahkan wajib ada dalam wacana publik.
Saya mengutip catatan rahasia, yang sekarang secara garis besar diketahui secara luas di masyarakat luas atau komunitas intelektual.
"Nasionalisme radikal" dalam dirinya sendiri tidak dapat ditoleransi. Selain itu, dalam arti luas ia juga merupakan "ancaman terhadap stabilitas"—suatu istilah yang diberi makna khusus. Saat Washington bersiap-siap menjatuhkan pemerintahan Guatemala yang pertama kali terpilih secara demokratis pada 1954, staf Departemen Luar Negeri mengingatkan bahwa Guatemala telah "menjadi ancarnan yang kian berbahaya bagi stabilitas Honduras dan El Salvador. Reformasi agrarianya merupakan senjata propaganda yang kuat; program sosial besar-besaran yangbertujuan membantu pekerja dan petani dalam perlawanan terhadap kelas atas dan perusahaan asing terkemuka sangat mempengaruhi penduduk negara tetangganya di Amerika Tengah yang memiliki kondisi serupa." "Stabilitas" di sini jelas berarti keamanan bagi "kelas atas dan perusahaan asing besar" yang kesejahteraannya harus dilindungi.
Ancaman terhadap "kelangsungan sistem kapitalis dunia" menjadi pembenaran bagi teror dan tindakan subversif demi menjaga "stabilitas." Salah satu tugas utama CIA adalah ambil bagian dalam upaya besar-besaran melemahkan demokrasi di Italia pada tahun 1948, saat lembaga ini khawatir pemilihan umum akan berlangsung dengan cara yang salah; intervensi militer secara langsung direncanakan jika tindakan subversi ternyata gagal. Upaya ini digambarkan sebagai langkah untuk "menstabilkan Italia." Bahkan juga dimungkinkan untuk melakukan "destabilisasi" dalam upaya meraih "stabilitas." Karena itulah editor jurnal semi-pemerintah, Foreign Affairs, menyebutkan bahwa Washington harus "mendestabilisasi pemerintahan Marxis di Chile yang terpilih" karena "kita bertekad menegakkan stabilitas." Dengan pendidikan yang tepat, seseorang dapat mengatasi kontradiksi yang muncul.
Rezim nasionalis yang membahayakan "stabilitas" kadang-kadang digambarkan sebagai "nila setitik" yang dapat "merusak susu sebelanga," atau "virus" yang dapat "menginfeksi" orang lain. Italia pada tahun 1948 adalah satu contoh. Dua puluh lima tahun kemudian Henry Kissinger menggambarkan Chile sebagai "virus" yang dapat mengirimkan pesan yang salah mengenai kemungkinan arah perubahan sosial, menginfeksi hingga Italia yang tidak kunjung "stabil" bertahun-tahun setelah program-program penting dijalankan CIA untuk mengusik demokrasi Italia. Virus tersebut harus dihancurkan dan yang lain dilindungi dari infeksi: untuk kedua tugas ini, kekerasan seringkali merupakan cara paling efektif, sekalipun menyisakan jejak pembunuhan, teror, penyiksaan, dan kehancuran yang mengerikan.
Dalam rencana rahasia pascaperang, setiap bagian dunia diberi tugas tertentu. "Fungsi utama" Asia Tenggara adalah menyediakan bahan mentah untuk kekuatan industri. Afrika "dieksploitasi" oleh Eropa bagi pemulihan dirinya sendiri. Demikian seterusnya terjadi di seluruh penjuru dunia.
Di Amerika Latin, Washington berharap mampu menerapkan Doktrin Monroe, namun lagi-lagi dalam pengertian tertentu, Presiden Wilson yang terkenal karena idealisme dan prinsip moralnya yang tinggi, diam-diam setuju bahwa "dalam mengadvokasikan Doktrin Monroe, Amerika Serikat seyogyanya tetap mempertahankan kepentingannya." Kepentingan Amerika Latin hanya bersifat "insidental" dan tidak menjadi kepedulian AS. Dia tahu bahwa "ini mungkin berdasarkan pada egoisme semata," namun menyatakan bahwa doktrin tersebut "tidak memiliki motif lain yang lebih tinggi atau lebih besar," Amerika Serikat mencoba menyingkirkan saingan tradisionalnya, Inggris dan Francis, serta rnembentuk suatu aliansi regional di bawah kendalinya yang terpisah dari sistem yang ada, di mana pengaturan semacam itu tidak akan diizinkan.
"Fungsi" Amerika Latin dijelaskan dalam suatu konferensi regional pada bulan Februari 1945 ketika Washington mengusulkan "Piagam Ekonomi Amerika" yang akan rnenghapuskan nasionalisme ekonomi "dalam segala bentuknya."
Para ahli perencanaan pembangunan di Washington paham bahwa tidak akan mudah untuk menerapkan prinsip mi. Dokumen Departemen Luar Negeri mengingatkan bahwa Amerika Latin memilih "kebijakan yang dirancang untuk memungkinkan distribusi kekayaan yang lebih luas dan meningkatkan standar hidup penduduk" dan "percaya bahwa penerima pertama dan pembangunan sumber daya negara seharusnya adalah warga negara." Gagasan ini tidak dapat diterima: "penerima pertama keuntungan" sumber daya negara adalah para investor AS, sementara Amerika Latin seharusnya membantu tanpa perlu meributkan hal-hal tak masuk akal seperti kesejahteraan umum atau "pembangunan industri yang berlebihan" yang akan bertentangan dengan kepentingan AS.
Posisi Amerika Serikat tetap bertahan, sekalipun bukannya tanpa masalah dalam tahun-tahun berikutnya, seperti ditunjukkan oleh hal-hal yang tidak perlu saya bahas di sini.
Ketika Eropa dan Jepang pulih dari kehancuran perang, tatanan dunia beralih menjadi pola tiga kutub. Amerika Serikat melanjutkan peran dominannya meskipun tantangan baru muncul, termasuk kompetisi antara Eropa dan Asia Timur di Amerika Selatan. Perubahan terpenting terjadi 25 tahun lalu saat Pemerintahan Nixon menghancurkan sistem ekonomi global pasca perang di mana Amerika Serikat memainkan peran sebagai bankir dunia, suatu peran yang tidak dapat lagi dipertahankan. Tindakan unilateral ini (tentu saja bekerjasama dengan kekuatan lain) mengakibatkan terjadinya pelarian modal secara besar-besaran. Yang sampai saat ini masih mengejutkan adalah perubahan dalam komposisi aliran modal. Pada tahun 1971, 90% transaksi keuangan internasional terkait dengan ekonomi riil—perdagangan atau investasi jangka panjang—dan hanya 10% bersifat spekulatif. Pada tahun 1990 persentase ini terbalik, dan pada tahun 1995 sekitar 95%-nya bersifat spekulatif dengan nilai harian melebihi jumlah simpanan mata uang asing tujuh industri terbesar, yakni lebih dari satu miliar dolar per hari serta merupakan investasi jangka pendek: sekitar 80% antara seminggu atau kurang.
Para ekonom terkemuka sekitar dua puluh tahun lalu telah mengingatkan bahwa proses ini akan mengarah pada pertumbuhan rendah dan perekonomian yang ditopang oleh pendapatan rendah. Mereka juga menyarankan ukuran yang cukup sederhana untuk mencegah risiko ini. Namun arsitek utama Konsensus Washington memilih dampak yang dapat diprediksi, termasuk keuntungan yang sangat tinggi. Dampak ini diperbesar dengan peningkatan tajam (jangka pendek) pada harga minyak dan revolusi telekomunikasi. Keduanya terkait dengan sektor terbesar perekonomian AS.
Negara "Komunis" berada di luar sistem global ini. Pada tahun '70-an, Cina ditarik kembali ke dalam sistem ini. Perekonomian Soviet mulai mengalami kemandekan pada tahun '60-an dan seluruh strukturnya yang besar-namun-bobrok runtuh dua puluh tahun kemudian. Wilayah ini sccara keseluruhan kembali ke status sebelumnya. Daerah-daerah yang pernah menjadi bagian Barat kembali bergabung, sementara sebagian besar wilayah lainnya kembali pada sektor jasa seperti sebelumnya, umumnya di bawah mantan birokrat Komunis dan asosiasi lokal perusahaan asing, serta sindikat-sindikat kejahatan. Pola ini umum dijumpai di dunia ketiga, demikian pula keluaran-keluarannya. Di Rusia sendiri, investigasi UNICEF pada tahun 1993 memperkirakan terjadi setengah juta kematian tambahan per tahun sebagai hasil "reformasi" neoliberal yang secara umum didukungnya. Penentu kebijakan sosial Rusia baru-baru ini memperkirakan bahwa 25% populasi berada di bawah tingkat kehidupan yang layak, sementara kalangan penguasa baru meraih kemakmuran luar biasa. Lagi-lagi ini adalah cermin umum ketergantungan terhadap Barat.
Yang juga umum dijumpai adalah dampak kekerasan berskala besar yang dilakukan untuk memastikan "keberlangsungan sistem kapitalis dunia." Konferensi Jesuit di San Salvador baru-baru ini menunjukkan bahwa selama mi "budaya teror telah memperlemah harapan masyarakat." Orang-orang tidak lagi berpikir mengenai "alternatif dari mereka yang berkuasa", yang menggambarkan hal tersebut sebagai kemenangan besar kebebasan dan demokrasi.
Ini adalah beberapa gambaran kasar tatanan global di mana Konsensus Washington dipaksakan kehadirannya.
(Prof. Noam Chomsky dalam "Profit Over people : neoliberalism and global order" diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi "Memeras rakyat : Neoliberalisme dan tatanan global" oleh Ni'am Sa'diyah, Penerbit Profetik, Jakarta, 1999)

PROSES KEMUNDURAN DEMOKRASI AMERIKA DAN KEMUNGKINAN PERANG

Kekuatan Fukuyama terletak pada kemampuannya menetapkan dengan sangat cepat proses stabilisasi di luar dunia Barat. Tetapi persepsi masyarakat, seperti yang terlihat, masih sangat dipengaruhi oleh determinisme ekonomis. Mereka tidak melihat pendidikan sebagai faktor penting dalam sejarah dan hanya sedikit menaruh perhatian pada demografi. Mereka tidak menyadari bahwa angka melek huruf adalah variabel bebas yang menjelaskan esensi kemajuan demokrasi dan individualisme. Kesalahan besarnya karena mengakhiri sejarah berdasarkan pada generalisasi demokrasi liberal yang spekulatif dan mengambil kesimpulan bahwa bentuk pcmerintahan ideal adalah mereka yang mengakhiri sejarahnya ketika demokrasi telah tercapai. Tetapi apakah demokrasi hanya diasumsikan sebagai sebuah tingkat budaya tertentu pada sistem politik—angka melek huruf rakyat biasa misalnya-? Dalam konteks ini, kemajuan berkelanjutan dibidang pendidikan dan pembelajaran pada tahap lanjut, pada dasarnya membutuhkan demokrasi di tempat-tempat dimana demokrasi pertama kali muncul.
Pendidikan lanjutan dan terutama pendidikan tinggi memasukkan kembali perbedaan yang diperkirakan ke dalam organisasi mental dan ideologis masyarakat berkembang. Setelah melewati periode keraguan dan keberatan yang relatif singkat, masyarakat yang sangat terpelajar ["eduques superieurs"] akhirnya menyadari bahwa mereka benar-benar unggul. Di negara-negara berkembang, scbuah kelompok baru yang terdiri dari kira-kira 20% jumlah total populasi segera muncul dan mereka hanya mengelola sckitar setengah dari kekayaan negara. Mereka dengan tegas menolak pembatasan hak pilih universal.
Untuk beberapa saat, peningkatan angka melek huruf menghidupkan dunia De Tocqueville yang gerakan demokrasinya, "providentielle", nyaris menjadi pengaruh kehendak yang hebat. Saat ini, kemajuan pendidikan menghasilkan "sistem" jenis lain yang menjadi malapetaka, oligarki. Sebuah kemunculan yang pernah terjadi dan mengejutkan di 'alam Aristoteles' yang bisa mengganti demokrasi dengan oligarki.
Ketika mulai menguasai Eurasia, demokrasi justru semakin melemah di tempat-tempat kelahirannya. Masyarakat Amerika beranjak ke sistem kekuasaan yang pada dasarnya tidak egaliter. Sebuah fenomena yang diprediksikan dengan sempurna oleh Michael Lind dalam The Next American Nation. Dalam catatan khusus di bukunya, ia mendeskripsikan sistematik pertama tentang golongan atas orang Amerika pasca demokratis yang baru: "golongan paling atas."
Perancis tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam sistem demokrasi dengan Amerika Serikat, Mereka adalah "negara-negara demokrasi" aneh dengan sistem politik yang mempertarungkan elitisme dan populisme dengan vice versa. Meskipun secara teori memiliki hak pilih universal, nyatanya para elit—baik yang pro ataupun yang anti status quo—menghalangi beberapa reorientasi kebijakan ekonomi yang akan memperbesar persamaan. Sebuah dunia yang sangat aneh dimana kampanye besar-besaran di media hanya menghasilkan pemungutan suara yang hanya memperpanjang kekuasaan status quo. Pcmahaman politik secara kompromi diantara elit tersebut yang merupakan refleksi keberadaan bahasa "unggul" yang umum diantara mereka, menutup beberapa celah perkembangan sistem politik, bahkan ketika hak pilih universal tampak mengindikasikan sebuah krisis. Terpilihnya George Bush sebagai presiden pada tahap akhir pemilu, menyisakan tanda tanya besar seputar akurasi kemenangannya. Tidak lama berselang, di Perancis, negara republik bersejarah yang agung, hanya ada skenario lawan— sejauh ini menegaskan logika aneh Sacha Guitry tentang identitas lawan. Di Perancis, ada seorang presiden dipilih oleh 82% pemilih. Namun, suara rakyat Perancis yang mendekati bulat tersebut imbas dari larangan bekerja secara sosiologis dan politis, sehingga muncul 20% suara paling rendah ["20% d'en bas"] hingga 20% suara paling tinggi [20% d'en baut"], yang pada pemilihan tersebut juga dibatasi secara ideologis rata-rata 60% suara. Tetapi pada kedua kasus tersebut hasilnya sama, proses pemilihan tersebut tidak memiliki kepentingan praktis dan jumlah pemilih yang ambil bagian semakin menurun.
Di Inggris Raya, mekanisme restratifikasi budaya yang sama sedang berjalan. Mekanisme tersebut sudah sejak awal dianalisa oleh Michael Young dalam kajiannya yang singkat dan spekulatif, The Rise of the Meritocracy (1958). Dengan mempertimbangkan sejarah terkini aristokratiknya yang meneruskan sistem klasifikasi dengan tekanan yang jelas, transisi Inggris ke arah oligarki dari Barat di dunia baru bisa berjalan mulus. Kenyataannya, kelas elit rakyat yang baru di Amerika merasa iri dengan Inggris. Hal ini menunjukkan sudut Anglophile mereka dan romantisme akan Victorian (Kemenangan) di masa lalu yang tidak dimilikinya.
Oleh karena itu, tidak akurat dan memadai jika dinyatakan hahwa krisis demokrasi hanya berpengaruh pada Amerika Serikat. Inggris Raya dan Perancis, dua negara liberal tua yang terkait secara historis dengan demokrasi Amerika, terlibat dalam proses pendewasaan oligarki yang sejajar. Tetapi dalam sistem politik dan ekonomi baru yang diadopsi secara global, Inggris Raya dan Perancis berada diantara para penguasa, dan karenanya harus memperhatikan keseimbangan perdagangan internasionalnya. Akhirnya, arus perkembangan sosial Inggris Raya dan Perancis terpisah dalam beberapa hal dari arus perkembangan Amerika Serikat. Jadi, tidak terbayangkan bahwa suatu hari "oligarki dari Barat" tidak bisa diceritakan seperti cerita "demokrasi dari Barat" sebelumnya.
Inilah perubahan arus utama kedua yang menjelaskan ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dan negara-negara lain. Menjalarnya demokrasi di seluruh belahan dunia semakin menutupi kelemahan demokrasi di tempat asalnya. Perubahan arus ini merupakan penyakit yang dirasakan oleh para aktor—baik politik maupun intelektual—di tingkat dunia. Dan Amerika, dengan dalih kebebasan dan persamaan tetap bersikap tenang dan fasih berbicara, melebihi kebiasaan sinisme. Dan demokratisasi di dunia tentu saja tidak seperti yang disadari sepenuhnya.
Namun, peralihan Amerika Serikat ke dalam fase oligarki yang baru ini menggugurkan beberapa aplikasi hukum Doyle menyangkut konsekuensi logis dari penyebaran demokrasi liberal. Kemungkinan aksi agresif kelompok penguasa yang diatur dengan buruk dan kebijakan militer yang sangat berani, juga bisa dibayangkan.
Sebenarnya, jika hipotesis kecenderungan Amerika ke arah oligarki dapat membatasi validitas hukum Doyle, maka hipotesis tersebut dapat mencegah pengabaian atau peraguan realitas empiris Amerika yang agresif. Bahkan hipotesis strategis agresi Amerika ke negara-negara demokrasi lain, baru atau lama tidak bisa dikesampingkan, Cara melihat dunia ini berguna sebagai penyeimbang, sebenarnya dengan cara yang agak licik, bagi "para idealis" Anglo Saxon yang berharap penyebaran demokrasi liberal akan mengakhiri konflik militer, dan "realis" yang menjadi imbangannya yang memahami hubungan internasional sebagai ruang anarkis yang digunakan oleh negara-negara agresif untuk berperang terus menerus. Jika ide tersebut dipahami bahwa demokrasi liberal menghadirkan perdamaian, maka juga harus diakui bahwa demokrasi liberal yang bertambah buruk bisa menimbulkan perang kembali. Meskipun hukum Doyle benar, tetapi tidak akan pernah ada perdamaian abadi dalam semangat Kantian.
(Emmanuel Todd, After the Empire : The Breakdown of the American Order, diterjemahkan menjadi Menjelang Keruntuhan Amerika oleh Siwi Purwandari, Penerbit Menara, 2002).

28 Agustus 2007

SKANDAL PERDAGANGAN SENJATA INTERNASIONAL

"Kita tidak bisa mendapatkan sesuatu dan kontradiksinya sekaligus. Kita tak bisa mengaku sebagai penyokong utama perdamaian dunia sekaligus penghasil utama senjata pada waktu yang sama," ujar mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter.

Demokrasi selalu menyisakan ironi. Negara-negara besar yang menyuarakan demokrasi ternyata merupakan eksportir terbesar senjata ke negara-negarayang dinilai melanggar HAM. Senjata-senjata itu telah membantu bercokolnya rezim diktator dan melayangnya nyawa-nyawa tak bersalah.
Buku tahunan Akademi Stocholm untuk Penelitian Perdamalan Dunia (SIPRI) memuat data mengejutkan tentang penjualan senjata dunia. Laporan itu menyebutkan, belanja senjata dunia internasional untuk jenis sen­jata konvensional dan nuklir bertambah hingga mencapai lebih dari US satu trilyun dolar dalam setahun. Bayangkan saja jika angka itu dirupiahkan. Dari angka itu, Amerika Serikat berada di urutan pertama dengan nilai ekspor 47 persen. Rinciannya, US 440 milyar dolar untuk senjata konvensional dan 23 milyar untuk senjata nuklir. Ini belum termasuk anggara belanja untuk perang Irak dan Afghani­stan. Untuk kedua negara Mus­lim itu, dianggarkan dana US 70 milyar dolar untuk tahun 2006 dan US 50 milyar dolar untuk tahun depan. Sebelumnya, anggaran sebesar US 50 milyar dolar untuk kedua nega­ra Itu telah disepakati oleh KongresAS.
Sedikitnya, terdapat 100 perusahaan penjual senjata terbanyak di dunia, dengan perkecualian Cina. Pada 2004 lalu, mereka telah menjual senjata senilai lebih dari US 236 milyar dolar, atau bertambah 25 persen dari sebelumnya. Sebanyak 28 perusahaan diantaranya bergerak di AS dan Kanada yang meraup 63 per­sen dari total penjualan. Sisanya, 62 perusahaan, bergiat di Eropa, dimana enam dianta­ranya bermukim di Rusia. Ke-62 perusahaan itu "cuma" men­jual 30 persen dari total pen­jualan senjata. Ironisnya, jumlah penjualan 100 perusahan ini setara dengan total pemasukan nasional seluruh negara-negara miskin yang berjumlah 61 (SIPRI Yearbook 2005: Armaments, Disarmament, and International Security)
Malapetaka yang diakibatkan oleh penyebaran senjata itu dapat dilihat, setidaknya, dari laporan PBB. Disebutkan, sekitar 13,3 juta manusia tewas dalam perang dan konflik bersenjata selama sepuluh tahun terakhir (1994-2003), sebanyak 9,2 juta diantaranya di Afrika.
Bisa dipastikan, jumlah itu jauh bertambah hari ini dengan makin tak terkendalinya situasi di Irak dan konflik di Darfur yang tak kunjung selesai, Angka tersebut setara dengan jumlah warga kota Lon­don, atau New York atau seluruh warga negara Uruguay. Tak ada yang peduli, apalagi simpati. Tak ada pihak yang bergerak untuk menghentikan, kezaliman ini. Padahal 70 person korban itu berasal dari warga sipil, dimana kebanyakan mereka adalah anak-anak dan wanita. Seperti terjadi di Irak dan Palestina, misalnya. Dampak lain dari penyebaran senjata adalah peperangan yang terus berkorbar dan pelanggaran luar biasa terhadap HAM di wilayah Afrika, Asia Barat dan Asia Selatan. Situasi ini telah mengakibatkan 37 juta jiwa pengungsi atau 75 persen dari total seluruh pe­ngungsi dunia. Mereka terpaksa meninggalkan rumah dan sumber pendapatan mereka, hingga jatuh melarat (http://www.milleritumindicators.un.org/).
Bukan hanya itu, belanja pertahanan dan keamanan telah memotong anggaran kesehatan dan pendidikan, Negara-negara dl Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin membelanjakan sekitar US 22 milyar dolar dalam setahun untuk membeli senjata. Padahal, separuh dari dana itu cukup untuk membiayai pendidikan dasar seluruh anak-anak di kawasan tersebut.
Sebagai contoh, di tahun 1999, Afrika Selatan menggelontorkan US 6 milyar dolar untuk membeli kapal selam, pesawat, helikopter dan lainnya. Padahal, dana itu cukup untuk mengatasi seluruh pasien AIDS di Afrika Selatan yang mencapai lima juta jiwa selama dua tahun (http://www.amnesty.org/).
Daftar urut negera pengimpor senjata konvensional terbesar th 2000-2004 (dlm Milyar dollar AS, hanya berdasarkan laporan resmi)
1. Cina : 11,7
2. India : 8,5
3. Yunani : 5,3
4. Inggris : 3,4
5. Turki : 3,3
6. Mesir : 3,1
7. Korsel : 2,8
8. Uni Emirat Arab : 2,6
9. Australia : 2,2
10. Pakistan : 2,0
11. Iran : 1,9
12. AS : 1,8
13. Israel : 1,7
14. Canada : 1,7
15. Arab Saudi : 1,7
Daftar urut negara pengekspor senjata konvensional terbesar th 2000-2004 (dlm Milyar Dollar AS, hanya berdasarkan laporan resmi)
1. Rusia : 26,9
2. AS : 25,9
3. Perancis : 6,4
4. Jerman : 4,9
5. Inggris : 4,5
6. Ukraina : 2,1
7. Kanada : 1,7
8. Cina : 1,4
9. Swedia : 1,3
10. Israel : 1,3
11. Italia : 1,3
12. Belanda : 1,3
13. Belarusia : 0,74
14. Uzbekistan : 0,59
15. Spanyol : 0,48
Sangat ironis, ketika negara-negara maju dan mengaku demokratis mengritik kezaliman dan pelanggaran HAM yang terjadi di negara-negara berkembang, namun pada saat yang sama mereka menjual senjata kepada negara-negara tersebut. Seba­gai contoh, pada rentang ta­hun 1998-2001, AS, Inggris dan Francis meraup keuntungan dari penjualan senjata kepada negara-negara berkembang yang jumlahnya jauh lebih besar daripada bantuan yang mereka berikan, industri senjata jauh berbeda dengan industri lainnya. Di sejumlah negara, industri ini berjalan tanpa pengawasan. Tak heran jika korupsi dan penyuapan tersebar luas (am­nesty.org). Menurut buku tahunan SIPRI, apa yang ditunjukkan oleh laporan penjualan dan pembelian, jauh lebih kecil dari realitas yang sebenarnya terjadi. Disebutkan, jumlah pen­jualan senjata konvensional mencapai US 43 milyar dalam setahun, dimana bagian AS mencapai US 23 milyar dolar.
Fakta yang membuat hati lebih miris lagi, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB merupakan pedagang terbesar senjata dunia. Lima negara itu, masing-masing Amerika Serikat, Inggris, Francis, Rusia dan Cina, mengekspor senjata dengan nilai 88 persen penjualan sanjata konvensional.
Yang tak boleh dilupakan, pemerintah Zionis Israel juga merupakan pedagang senjata yang cukup maju. Tercatat, Is­rael menjual senjata senilai US 17 juta dolar kepada negara-negara Afrika dan US 444 juta dolar ke Amerika, terutama Meksiko, AS dan Chili. Pen­jualan senjata Israel ke negara-negara Asia, utamanya ke In­dia dan Singapura, Cina, Korea Selatan, senilai US 452 juta dolar. Eropa kebagian pembelian senjata Israel senilai US 301 juta dolar, dengan rincian 199 juta untuk Turki dan sisanya untuk Jerman. Sementara, Israel "hanya" menjual senjata ke Australia senilai US 45 juta dolar.
Ironi lainnya, demi dalih perang melawan terorisme, Amerika Serikat menjual sen­jata kepada negara-negara yang dulu mendapat embargo, dinilai sebagai "teroris" atau "mempunyai catatan buruk dalam HAM". Sebagai misal, AS menjual senjata kepada Pakistan senilal US 1 milyar dolar, yang mencakup 6 pesawat angkut, 8 pesawat anti kapal selam, 100 helikopter, 2000 rudal antitank, tak lupa produk kebanggaan AS: pesawat F16. Tujuannya, agar Pakistan dapat menghabisi "teroris Muslim". AS juga mencabut embargo dari Yaman dan memberikan anggaran US 100 juta dolar untuk melatih perlawanan terhadap terorisrne.
Dalam catatan Persatuan llmuwan Amerika (FAS), AS telah memberikan senjata atau teknologi persenjataan kepada lebih dari 92 person wilayah konflik di dunia. Keberadaan senjata produksi AS membantu rezim-rezim diktator tetap bercokol, memfasilitasi militer untuk melanggar HAM, baik terhadap warga negara sendiri atau warga negara lain. AS kena batunya, ketika menemukan fakta bahwa 22 ribu warga AS tewas akibat senjata ringan.
Statistik menunjukkan, 80 persen dari senjata yang diekspor AS ke negara-negara berkembang ditujukan kepada rezim non-demokratis. Produk­si senjata berada pada penghasil devisa kedua setelah pertanian yang memberikan keuntungan sebesar US 7 milyar dolar.
Meluasnya peredaran senjata telah mencapai titik kulminasi yang sangat memprihatinkan. Terdapat 639 juta senjata kecil dan ringan yang tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 8 juta buah diproduksi setiap tahun, oleh 1135 perusahaan yang terletak di 98 negara. Berbagai senjata itu akan terus nenyalakan konflik dan kekerasan di berbagai wilayah, selama tidak ada upaya untuk menghentikannya.
Situasi ini diperparah oleh kehadiran calo-calo senjata yang menjadi penghubung antara penjual dan pembeli. Mereka diduga mengekspor senjata ke wilayah-wilayah konflik seperti Angola, Afghani­stan, Irak dan Rwanda.
Situasi kacau-balau yang diakibatkan oleh penjualan senjata ini tepat seperti diungkapkan dalam sebuah pepatah Arab: "Musibah bagi suatu kaum adalah manfaat bagi kaum lainnya." Konflik dan pelanggaran HAM yang terjadi di suatu wilayah. menjadi keuntungan bagi negara-negara yang mengekspor senjata. Senjata digunakan untuk mencabut nyawa. Sedang keuntungannya dipakai—pada saat yang sama—untuk menyanyikan senandung demokrasi dan kebebasan. Ironis.
(Sumber : Sabili N0. 26 Th XIII, diambil oleh M. Nurkholis Ridwan dari AI-Mujtama'a, No. 1704)

26 Agustus 2007

KARAKTERISTIK BOM BALI-I : MIKRO NUKLIR, BUKAN C-4 APALAGI TNT


Dari berbagai fakta yang ditemukan di lapangan, ledakan bom yang terjadi di depan diskotik Sari Club, Kuta-Bali, pada 12 Oktober 2002, merupakan bom non kon-vensional berjenis mikro nuklir, yang dikenal dengan singkatan SADM (Special Atomic Demoli­tion Amunition).
Bom tersebut dari status dor­mant sampai mencapai waktu-kritik membutuhkan tempo satu perseribu detik, menghasilkan detonasi yang amat dahsyat berupa bola api di bawah tanah, menciptakan gelombang panas (heat wave) dengan suhu tidak kurang dari 300.000 derajat celcius dan gelombang tekan (shock wave) yang berkekuatan satu juta kaki perdetik.
Kekuatan sedahsyat itu dalam tempo lima per-seribu detik berekspansi keluar membongkar permukaan bumi berupa aspal, batu dan tanah dengan bobot dua ton, yang ada di depan Sari Club, dan oleh tingginya suhu dalam sekejap berubah menjadi gas, melemparkan dan membakarnya ke udara berupa bola api berbentuk cendawan besar yang menyilaukan mata, yang tampak dengan jelas dari pantai Grobogan, 12 kilometer di seberang pantai Kuta, membakar siapa saja dan apa saja yang berdiri dalam jarak 10 meter dari titik ledak menjadi uap.
Setiap korban yang tidak tewas, yang berdiri pada garis lurus pandang oleh emisi panas ultra violetnya yang luar biasa bisa memperoleh luka bakar hebat. Tiga orang dokter ahli luka bakar terkemuka Australia menyatakan di depan teve bahwa mereka, "Belum pernah seumur hidup melihat luka seperti itu." Sementara itu angin kencang bertiup ke segala arah laksana puting beliung, memotong-motong tubuh para pengunjung Sari Club menjadi laksana serpihan mie kwee tiauw, sementara potongan-potongan tubuh manusia berupa kepala, lengan dan kaki diterbangkan sampai beberapa blok jauhnya, terpampang di atas bangunan-bangunan di sekitar area ledakan.
Mereka yang berada di perifer radius demolisi yang panjangnya 200-an meter, tewas meski de­ngan tubuh utuh, dengan tulang-belulang di dalam sudah patah-patah remuk-redam oleh gelom­bang tekan (shock wave) yang menerpa mereka. Ledakan itu menewaskan 184 orang, mencederai 250-an orang dan seratusan lagi dinyatakan hilang menguap ke udara atau menjadi serpihan-serpihan daging yang tidak mungkin lagi dapat dikenali.
Kurang dari sepuluh seper-sejuta detik setelah massa dari bom itu mencapai titik-titiknya, gelombang panas yang menca­pai 300.000 derajat celcius membakar 47 bangunan, mobil-mobil terlempar sampai 6 meter ke udara dan kemudian seratusan mobil dari berbagai jenis yang berada sampai sejauh dua blok dari titik ledak terbakar tanpa bentuk; potongan-potongan besi bangunan patah-patah dan bengkok oleh hebatnya tekanan ledakan, kaca bangunan berterbangan ke segala arah. Getaran ledakan terasa sampai jarak 12 kilome­ter dari titik ledakan.
Seorang turis yang pernah mengalami serangan bom di London pada tahun 1990-an mengatakan, "Saya tiba-tiba merasa hotel kami berguncang keras dan saya lari menuju jendela untuk menengok apa yang terjadi. Dari jarak jauh saya dapat melihat asap putih berbentuk cendawan, dan saya menyadari ini bukan serangan biasa."
Rekaman video yang dibuat Hal Turner dari tempat menginapnya, dengan jelas memperlihatkan terbentuknya asap cen­dawan di atas daerah ledakan, Pantai Legian, Kuta, dengan karakteristik adanya nyala api yang menyilaukan di udara untuk waktu yang cukup lama setelah terjadinya ledakan awal. Gejala ini tidak akan terjadi sekiranya le­dakan itu hanya berasal dari bahan ledak konvensional, karena bahan ledak jenis konven­sional meledak dan terbakar di permukaan tanah, dan terangkat hanya setinggi daya ledakan awal yang mendorongnya, tidak ada­nya akibat kebakaran terkecuali bila bahan ledaknya disusun dari material bakar, dan nyalanya akan mati dengan sendirinya dalam tempo satu atau dua detik saja.
Bahan ledak TNT milik TNI jenis PE-88 hanya memiliki ra­dius demolisi 30-40 meter, tidak ada bandingnya dengan kerusakan yang diakibatkan oleh bom yang diledakkan di Pantai Legian ini. Tuduhan al-Farouq bahwa bahan ledak di Legian dipasok oleh TNI benar-benar tuduhan ngawur.
Perekam video Hal Turner melaporkan, tampak dengan jelas adanya sinar putih yang membutakan, yang menarik perhatian semua orang, dan membuat mereka semua berpaling menghindari cahaya tersebut. In­terval waktu yang cukup lama, adanya bola api di langit pada cendawan raksasa yang terbentuk, memberikan kesempatan kepada beberapa orang pengamat merekam terbentuknya bola-api cendawan tersebut. Sudah dimaklumi asap cendawan dan cahaya putih yang membutakan di langit hanya dapat terjadi sebagai akibat dari ledakan nuklir.
Contoh tanah, air dan debu di dekat titik ledakan itu berhasil dibawa dan diselamatkan ke luar pulau Bali, ke sebuah laboratorium yang memiliki kompetensi, fasilitas dan sepenuhnya dapat dipercaya untuk memberikan konfirmasi ada tidaknya radioaktif atau kontaminasi lainnya. Laboratorium itu memiliki kumpulan catatan rekaman yang mampu mendokumentasikan 'sidik jari' radioaktif dari berbagai kadar plutonium, uranium dan bahan fis­sionable lain yang dihasilkan di dunia.
Laboratorium itu akan mam­pu memastikan sekiranya ledak­an ini merupakan insiden nuklir, dan bila demikian halnya, akan dapat menentukan dari negara mana bahan tersebut berasal. Hal Turner menjanjikan hasil test tersebut akan diumumkan kepa­da publik dunia. la berjanji hasilnya akan tetap disiarkan oleh website internet yang lain, sekira­nya ia tiba-tiba dihilangkan atau terbunuh.
Bukti-bukti secara fotografis memperlihatkan bahan ledak yang digunakan bukanlah dari jenis konvensional. Bahwa ada kawah yang terbentuk menunjuk-kan bahwa senjata itu diledakkan di bawah permukaan, sedangkan kedalaman dikombinasikan dengan diameter kawah menunjukkan letak semula dari senjata tersebut.
Menurut Joe Vialls, bom mo­bil terbesar yang pemah diledak­kan di Iriandia Utara yang berbobot 500 kilogram TNT tidak sampai membuat lubang kawah di jalanan. Shock wave yang di­hasilkan TNT mengikuti hukum fisika, yaitu ke arah ruang tanpa tahanan. Belum pemah bom IRA berkekuatan 500 kilo TNT menghancurkan sampai 47 bangunan dan ratusan mobil. Bom mobil IRA terbesar yang diledakkan di Omagh pada bulan Agustus 1998 yang merupakan rekor dalam hal korban pada masa itu hanya menjebol pintu pub, menghancurkan mobil van dari bom tersebut, dan merenggut 29 nyawa, tetapi tidak sampai meninggalkan kawah ledakan di jalanan.
Contoh yang sama validnya, ketika pasukan Israel berusaha menghancurkan komplek perkantoran Yasser Arafat di Ramallah. Secara keseluruhan Is­rael memerlukan waktu kurang lebih satu minggu. Mereka membombardir kompleks itu dengan meriam-meriam tank kaliber 120 mm ditambah dengan rudal Hellfires. Selama satu minggu itu Is­rael hanya berhasil menghancur­kan 47 bangunan di kompleks tersebut, tanpa ada kebakaran.
Ketika jenazah seorang pejuang bom syahid HAMAS yang robek-robek akibat meledaknya TNT berbobot 15 kilogram yang diikatkan di badannya, tim kesehatan Israel masih dapat mengenali sebagian besar dari tubuh yang sudah rusak itu.
Bahan-bahan ledakan konvensional sampai hari ini tidak mampu "menguapkan" tubuh manusia tanpa jejak, dan Dunia Islam sampai dengan hari ini belum memiliki bahkan berjuta ton bahan ledak konvensional untuk diledakkan sekaligus seperti di Bali. Hanya jenis bahan ledak nuklir yang memiliki kemampuan melakukan kremasi instan yang berpadu dengan gelombang tekan (taufan) dengan kecepatan luar biasa tingginya, yang mampu menghilangkan sisa-sisa dan bekas-bekas kremasi yang mengawang di atas area ledakan.
Bahan ledak HE TNT tidak membuat kawah di permukaan tanah. Tim investigasi gabungan yang bekerja di Bali harus memberikan jawaban terhadap fakta adanya "kawah" sedalam 1,50 m dengan diameter 7,00 m di jalan depan Sari Club. Hal ini juga menjadi petunjuk bahwa bom itu di bawah tanah, dan bukan diletakkan di atas permukaan.
Informasl faktual seperti ini sangat membantu kita untuk melakukan analisis terhadap bukti-bukti komparatif terhadap bukti-bukti yang ada di situs kejahatan, untuk menetapkan jenis senjata yang digunakan, dan kalau bisa untuk mengetahui oleh siapa dilakukan. Kerusakan yang ditinggalkan di Pantai Legian, Kuta itu paling tidak membutuhkan kekuatan setara 4 ton HE (High explo­sive) TNT, sekaliber dengan jenis bom yang dijatuhkan di atas kota Hamburg pada Perang Dunia ke-2 yang lalu. Pertanyaan teknis yang muncul ialah, bagaimana caranya memperkecil ukuran bom low specific gravity HE yang volumenya saja sebesar meja kerja dengan bobot 4.000 kg menjadi sebuah bom berbentuk pipa yang dari kawah yang terbentuk dapat diketahui ukuran diameternya hanya 15 cm dan dapat ditanam sedalam cukup 1,50 m di bawah tanah.

Penyesatan.
Kesimpulannya, senjata itu adalah sebuah senjata lain dari yang lain, yang diameternya tidak lebih dari 15 cm, tetapi mampu memproduksi ledakan setara 4.000 kg HE TNT pada senjata konvensional. Melihat ciri-ciriyang ditinggalkan, tidak syak lagi sen­jata jenis itu hanya ada satu di dunia, yang diberi nama SADM— 'Special Atomic Demoliton Muni­tion'—disebut juga dengan nama Micro Nuke.
Kurang dari 46 jam setelah ledakan terjadi media massa melaporkan "bocoran" dari tim penyelldik yang berada di lapangan, bahwa mereka telah menemukan tanda-tanda "digunakannnya eksplosif jenis C-4. Pemberitaan ini satu kebohongan, meski cukup menggemparkan. Sayangnya bahan ledak C-4 yang memiliki warna keputih-putihan mirip adonan martabak mentah, terdiri dari komposisl 91% RDX dan 9% poly iso buty lene plasticer yang non explosive, bukanlah bahan yang mampu memberikan dampak yang su­per dahsyat seperti di Pantai Legian.
Bahan C-4 kekuatannya tidak melebihi 1,2 kali TNT. Lagi pula bahan ledak C-4 tidak mengandung bahan insendiari (bakar), kecepatan detonasinya hanya 26.300 kaki perdetik, yang cenderung mematikan api ketimbang menyalakannya. Karena teori tentang C-4 itu tidak mempan, media massa kemudian di­beri informasi oleh para 'ahli' bayaran tentang adanya sebuah 'kendaraan yang penuh dengan tabung gas elpiji yang kemudian diledakkan'. Jurus ini rupanya dalam usaha untuk meyakinkan publik bahwa senjata yang meledak itu adalah dari jenis FAE (Fuel Air Explosive) yang pernah digunakan sebagai bom udara oleh Amerika Serikat di Vietnam dan Iraq.
Senjata SADM generasi pertama yang dihasilkan oleh pusat nuklir Israel di Dimona, gurun pasir Negev, pada awal tahun 1970-an, berbobot setara dengan 10 ton HE TNT konvensional. Beberapa varian generasi yang belakangan setelah mengalami penyempurnaan pada tahun 1981, ada yang berukuran hanya sebesar cangkir kopi, memillki kekuatan (yield) mulal dari setara dengan 2 ton TNT, bahkan ada yang mencapai kekuatan sampai setara dengan 100 ton HE TNT. Pada umumnya SADM disusun dari bahan ledak inti yang terdiri dari plutonium 239 yang dimasukkan ke dalam suatu selongsong logam tipis terbuat dari ura­nium 238 non fissile yang dikenal dengan istilah teknis "reflektor neutrori'.
Tatkala mikro nuke SADM berkekuatan setara 4 ton HE TNT seperti yang diledakkan di Bali menjadi kritis, daya radiasinya memang sudah jauh dikurangi, jauh lebih rendah dari pada bom "Primitif—little boy—yang dijatuh­kan di Hiroshima. Namun SADM generasi awal tetap masih "kotor" karena "reflektor" uranium 238 yang bersama dengan intinya plutonium 239 yang meledak ke dalam berjuta-juta partikel pada saat mencapai saat kritis, menebarkan partikel beta dan gamma yang 'kotor' (berkadar radio aktif tinggi). Bahan non-fissile ura­nium 238 yang sama, masih tetap menimbulkan penderitaan yang serius ketika tank-tank dan pesawat pembom tempur Amerika menembakkan meriam atau rudal mereka seperti pengalaman di Iraq dan Kosovo, meski sudah dalam wujud peluru dengan hulu ledak deplete uranium (DU—ura­nium yang 'diturunkan' radio aktifnya).

Pembantai dari Dimona.
Percobaan SADM generasi baru yang dimulai pada tahun 1981 di proyek nuklir Israel di Dimona, gurun pasir Negev, menghasilkan bom dengan vol­ume lebih kecil, sebesar tas port­folio, tanpa reflektor uranium 238 dan plutonium 239 yang diperhalus menjadi hanya 99,78%. Gene­rasi baru ini lebih kecil, lebih ringan, dan lebih cakap dari SADM sebelumnya, namun memiliki kelebihan yang luar biasa. Bahkan mikro nuke yang diledakkan di Bali sebesar mok kopi berbentuk silinder dengan diameter 15 cm. Mikro nuke produksi Dimona ini merupakan senjata kritis pertama yang dapat dipasang dan diledakkan secara sembunyi-sembunyi, tentu saja dengan maksud sembunyi-sembunyi pula. Dengan inti plutonium 239 yang lebih kecil dan telah dibikin 'bersih', plutonium itu hanya mengeluarkan jenis radiasi al­pha yang mampu bergerak ha­nya beberapa meter, sesuai maksud penggunaannya, dan dapat menghindari sisik-melik deteksi oleh Geiger-counter.
Ledakan yang terjadi di tepi Pantai Kuta membuat partikel-partikel alpha tersapu oleh angin laut, sehingga penyelidikan yang dilakukan selewat satu minggu tipis kemungkinannya akan dapat menangkap indikasi adanya radioaktif. Kesulitan untuk mengungkap kasus pemboman di Pantai Legian-Kuta ini ditambah pula oleh konspirasi semua pemerintah yang terkait, dengan alasan-alasan masing-masing, untuk mengakui bahwa bahan-ledak yang digunakan bukanlah bahan-ledak biasa.
Negara-negara yang memiliki senjata mikro nuke SADM ialah Israel, Amerika Serikat, Inggris, Francis, Rusia, sedang Cina boleh jadi juga sudah memilikinya. Di bawah pengaturan pertahanan yang sangat rahasia dengan salah satu dari negara-negara tersebut di atas tadi, beberapa negara Persemakmuran dan negara tertentu lainnya, ditengarai ada menyimpan senjata jenis tersebut dalam jumlah yang sangat terbatas dan dengan sta­tus sebagai barang 'titipan' di wilayah negara masing-masing.

Motivasi.
Sejak peristiwa 11 Septem­ber 2001 Amerika Serikat dan sekutunya gencar menuduh In­donesia sebagai sarang jaringan terorisme, dan tempat bersembunyinya tokoh-tokoh teroris al-Qaidah. Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan ratusan ribu pulau, sejumlah besar di antara pulau-pulau itu ada yang terisolasi dari dunia luar, lemahnya sistem pengawasan (Surveillance} dan pengamanan, sikap penduduk yang ramah terhadap pendatang asing, teriebih-lebih terhadap mereka yang seagama, kurang pedulinya pemerintah Indonesia terhadap upaya global memerangi terorisme internasional, kesemua faktor itu disimpulkan oleh CIA telah menjadikan Indonesia sebagai tem­pat yang paling cocok untuk bersembunyinya kaum teroris. CIA bahkan menyatakan al-Qai­dah telah "memutuskan untuk memindahkan markas kegiatan mereka dari Asia Selatan ke In­donesia".
Tuduhan bahwa serangan bom itu ditakukan oleh al-Qaidah sulit dicerna. Bila tuduhan badan intelijen Barat itu benar bahwa al-Qaidah telah menjadikan Indone­sia sebagai tempat persembunyian dan basis bagi gerakan mereka, maka tindakan serang­an itu selain mengungkapkan kebenaran tuduhan CIA selama ini bahwa al-Qaidah memang ada di Indonesia, juga diniscayakan akan mengundang tindakan penumpasan, baik oleh Indonesia maupun Barat, yang pasti tidak dikehendaki oleh al-Qaidah. Sampai dengan hari ini, tuduhan tentang adanya kegiatan teroris­me oleh Jama'ah Islamiyah di In­donesia, serta adanya kamp-kamp latihan militer al-Qaidah, baik di Poso maupun Kalimantan, tidak diikuti dengan bukti-bukti yang menopang tuduhan ter­sebut.
Dari pilihan sasarannya, sen­jata itu secara khusus jelas-jelas ditujukan kepada Sari Club, yang tiap orang mengetahui sebagai tempat berkumpulnya pemuda-pemudi Australia dan mereka yang berasal dari negara-negara Eropa. Beberapa blok dari Sari Club terdapat diskotik Pal Club, Paddy Club dan beberapa lagi, yang biasa menjadi tempat ngrumpi orang-orang Amerika. Bila pelakunya al-Qaidah, maka club-club ini seharusnya menjadi incarannya, tetapi kenyataannya club-club tersebut tidak disentuh oleh ancaman bom. Lagi pula dari sekian ratus korban, tidak terda­pat korban warga Amerika, kecuali seorang.
Korban pada umumnya adalah berasal dari Australia dan negara-negara Eropa anggota Consultative Group for In­donesia (CGI) yang masyarakatnya menentang rencana Presiden Bush untuk menginvasi Iraq dan sebagian besar bersimpati dengan Dunia Is­lam. Kalau benar dalangnya adalah AI-Qaedah mengapa pula menjadikan warga dari negara-negara yang masyarakatnya bersimpati kepada Dunia Islam menjadi mangsa pembantaiannya. Tuduhan Amerika Serikat dan para pemimpin Barat sulit untuk dicerna akal waras. Lagi pula seorang pengamat masalah terorisme seperti Joe Vialls memastikan dari data yang ada, Dunia Islam belum memiliki akses kepada jenis senjata mi­cro nuke tersebut.
Kesimpulannya, serangan dengan senjata SADM non-konvensional seperti itu tidak mungkin mampu dilakukan oleh Jama'ah Islamiyah atau kelompok militan Islam manapun. Serangan itu hanya dapat dilakukan oleh salah satu di antara negara pemilik SADM: Israel, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, atau Rusia. Anda tinggal menerka.*
(ZA Maulani, Sabili No. 49 Th X 14 November 2002)

22 Agustus 2007

MEREKA YANG TERLIBAT MENCIPTAKAN PERANG AFGHANISTAN DAN PENDANAAN KEGIATAN TERORISME INTERNASIONAL

John Perkins dalam bukunya "Confessions of an Economic Hit Man" mengatakan bahwa yang lebih rumit dan pasti jauh lebih merusak adalah ketika Arab Saudi diizinkan (oleh Amerika) untuk berperan dalam mendanai terorisme internasional. Amerika Serikat tidak merahasiakan keinginannya agar House of Saud mendukung Perang Afganistan Osama bin Laden melawan Uni Soviet selama tahun 1980-an, dan Riyadh dengan Washington bersama-sama menyumbangkan sekitar $3,5 miliard kepada para mujahiddin. Akan tetapi, partisipasi Amerika Serikat dan Saudi ternyata jauh melebihi ini.
Akhir tahun 2003 U.S. News & World Report mengadakan suatu kajian yang mendalam berjudul, "The Saudi Connection". Majalah itu mengkaji ribuan halaman catatan pengadilan, laporan intelijen Amerika Serikat dan asing, dan dokumen-dokumen lain, dan mewawancarai lusinan pejabat pemerintah dan para pakar terorisme dari Timur Tengah. Penemuannya mencakup hal-hal berikut:
Buktinya tidak terbantah: Arab Saudi, sekutu lama Amerika Serikat dan penghasil minyak terbesar dunia, entah bagaimana telah menjadi, seperti disebutkan oleh seorang pejabat senior Departemen Keuangan, "pusat gempa" pendanaan teroris...
Mulai akhir tahun 1980-an - setelah guncangan ganda revolusi Iran dan perang Soviet di Afganistan - kemurahan hati Arab Saudi yang separuh resmi menjadi sumber dana utama untuk gerakan jihad yang berkembang dengan cepat. Di sekitar 20 negara uang itu digunakan untuk menjalankan kamp pelatihan paramiliter, membeli senjata, dan merekrut anggota baru...
Sumbangan Saudi mendorong para pejabat Amerika Serikat untuk menutup mata mereka, menurut beberapa pejabat intelijen veteran. Miliaran dolar dalam bentuk kontrak, hibah, dan gaji telah masuk ke saku suatu jajaran luas mantan pejabat Amerika Serikat yang telah bersepakat dengan orang-orang Saudi; duta besar, pejabat CIA, bahkan menteri kabinet....
Penyadapan pembicaraan secara elektronis melibatkan anggota-anggota keluarga kerajaan yang mendukung tidak hanya Al Qaeda tetapi juga kelompok-kelompok teroris lainnya.

Setelah serangan tahun 2001 pada World Trade Center dan Pentagon, lebih banyak bukti muncul tentang hubungan rahasia antara Washington dan Riyadh. Bulan Oktober 2003, majalah Vanity Fair mengungkapkan informasi yang sebelumnya tidak pernah dipublikasikan, di dalam suatu laporan yang mendalam berjudul, "Menyelamatkan Orang-orang Saudi".
Cerita yang muncul tentang hubungan antara keluarga Bush, House of Saud, dan keluarga bin Laden tidak mengejutkan. Bahwa hubungan itu berpangkal setidaknya pada masa Urusan Pencucian Uang Arab Saudi, yang dimulai pada tahun 1974, dan pada masa George H.W. Bush menjadi duta besar Amerika Serikat untuk PBB (dari 1971 sampai 1973) dan selanjutnya sebagai kepala CIA (dari 1976 sampai 1977), Apa yang mengejutkan adalah bahwa kebenaran akhirnya diungkapkan oleh pers. Vanity Fair menyimpulkan:
Keluarga Bush dan House of Baud, dua dinasti yang paling berkuasa di dunia, telah mempunyai ikatan pribadi, bisnis, dan politis yang erat selama lebih dari 20 tahun.,.
Di sektor swasta, orang-orang Saudi mendukung Harken Energy, sebuah perusahaan minyak yang hidup dengan susah payah, di mana George W. Bush adalah seorang investor. Yang paling akhir, mantan presiden George H.W. Bush dan sekutu lamanya, mantan Menteri Luar Negeri James A. Baker III, telah tampil di muka orang-orang Saudi pada penggalangan dana untuk Carlyle Group, yang barangkali merupakan perusahaan ekuitas swasta yang terbesar di dunia. Saat ini, mantan presiden Bush terus bertindak sebagai penasihat senior untuk perusahaan itu, yang para investornya menurut dugaan orang meliputi seorang Saudi yang dituduh mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok pendukung teroris...
Hanya beberapa hari setelah peristiwa 11 September, orang-orang Arab Saudi yang kaya, termasuk anggota-anggota keluarga bin Laden, dikeluarkan dari Amerika Serikat dengan jet pribadi. Tak seorang pun akan mengakui memberikan izin penerbangan, dan para penumpangnya tidak diperiksa. Apakah hubungan lama keluarga Bush dengan orang-orang Saudi membantu hal itu terjadi ?

21 Agustus 2007

MENATAP POTRET MEREBAKNYA GERAKAN SEPARATISME DI INDONESIA

Gejala separatisme semakin menguat kemunculannya di Indonesia, dengan dua contoh paling kuat saat ini adalah di Aceh dan Papua. Di satu sisi, separatisme mengancam konsepsi nation-state yang ditopang oleh ide integritas teritorial dan bangun ke-Indonesia-an kita. Sementara itu, di sisi lain separatisme juga sangat erat berkaitan dengan hak paling mendasar dari segala bangsa dan manusia di dunia untuk menentukan nasib dan kemajuannya sendiri.
Mengingat hal-hal tersebut, menjadi masuk akal apabila gerakan-gerakan separatisme yang menuntut penentuan nasib sendiri umumnya terjadi dalam bentuk-bentuk perjuangan bersenjata, sekecil apa pun tingkat kekerasannya, misalnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua. Di samping itu, karena relatif kecilnya keberhasilan separatisme dengan mengandalkan perlawanan bersenjata, cita-cita self determination sudah mulai tergantikan oleh prinsip-prinsip self governing, sebagaimana terwujud dalam tuntutan desentralisasi, mulai dari tingkat paling umum seperti otonomi, hingga tuntutan bagi terbentuknya federalisme. Prinsip self determination ini dieliminasi oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bernomor 1541 yang menegaskan bahwa bangsa-bangsa yang telah menjadi komponen populasi suatu negara pasca kolonial tidak lagi memiliki hak penentuan nasib sendiri (yang hanya dimiliki oleh negara terjajah). Jelasnya, Resolusi 1541 ini menyatakan bahwa suatu wilayah dapat diklasifikasikan sebagai wilayah tanpa pemerintahan (non self governing) dan populasi wilayah tersebut memiliki hak menentukan nasib sendiri hanya jika wilayah tersebut memiliki pemisahan geografis yang jelas dengan negara administratif dan populasi dalam wilayah tersebut memiliki etnis atau budaya yang berbeda dengan negara administratif Belanda berhasil membuat Inggris menyetujui Traktat Sumatera tahun 1871 yang antara lain menyebutkan menyebutkan bahwa Belanda bebas untuk memperluas kekuasaannya di seluruh Sumatera, dan karenanya tidak perlu mengindahkan lagi Traktat London.
Saat ini, mata dunia internasional terpancang ke Indonesia atas rencana pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid menggelar operasi militer untuk menghentikan gerakan menuntut kemerdekaan yang dikumandangkan oleh GAM. Padahal, awalnya GAM adalah komunitas minimal, yang tidak mendapat dukungan ataupun simpati dari penduduk Aceh. GAM menemukan daya hidupnya kembali setelah lumpuh dari operasi counter insurgency semasa diberlakukannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM), setelah gerakan damai mahasiswa Aceh menuntut referendum mulai dihadapi dengan kekerasan. Akibatnya, GAM menumbuhkan kembali wacana ethno nationalism Aceh, yang membangkitkan romantisme perjuangan rakyat Aceh.
Keadaan di Aceh sudah berkembang sedemikian rupa sehingga pemerintah Indonesia berada dalam posisi dilematis. Proses demokratisasi telah menyebabkan semakin rumitnya persoalan. Dilema yang muncul atas pemisahan TNI dan Polri menyebabkan terjadinya disorientasi terhadap cara pandang penanganan, tidak hanya dalam masalah Aceh tetapi juga Papua dan titik-titik konflik lainnya. Tuntutan untuk menghormati hak asasi manusia dan kewajiban menjaga keutuhan teritorial, pemerintah tampak lamban dalam menyelesaikan masalah Aceh.
Usaha damai melalui jalan perundingan dengan pihak GAM melalui Jeda Kemanusiaan terbukti hanya menunda sementara konflik dan tidak menyelesaikannya. Bahkan, perjanjian tersebut telah menjadikan kondisi semakin rumit bagi pemerintah Indonesia. Perjanjian yang difasilitasi Henry Dunant Center tersebut secara tidak langsung memposisikan pemerintah Indonesia sebagai negara berdaulat sejajar dengan GAM yang dinyatakannya sebagai gerakan separatisme. Akibatnya, pada derajat tertentu, GAM telah memperoleh keuntungan diplomatis dan simpati internasional.
Perseteruan eksekutif dan legislatif juga menyebabkan pemerintah kesulitan menyelesaikan persoalan Aceh secara komprehensif. Akibatnya, pemerintah seolah-olah menjadi penanggung jawab tunggal terhadap penyelesaian masalah Aceh. Seharusnya terjadi burden-sharing terhadap persoalan ini dengan lembaga legislatif. Seperti penyediaan payung hukum dan politik yang lebih kongkret untuk menghentikan pergolakan di Aceh.
Keraguan pemerintah dalam menerapkan tindakan tegas untuk menyelesaikan persoalan Aceh, sedikit banyak serupa dengan situasi Amerika Serikat pada saat Perang Vietnam. Karena itu, setiap tindakan militer untuk masalah Aceh harus dilakukan hati-hati dan memperhatikan aspek winning the heart and minds of'the people, dalam pengertian tidak hanya memenangkan dukungan dan simpati dari penduduk Aceh sendiri, tetapi juga dukungan dari seluruh rakyat Indonesia.
("Menguak Tabir Perjuangan Suripto", Aksara Karunia, Jakarta, 2001)

20 Agustus 2007

Tips singkat "Hidup Sehat" ala Mr. Bagyo yang manis (Raiku wis tak lumuri gulo)

Pertama, lakukan diet menurut Golongan Darah masing-masing orang. Panduannya kami sarankan mengikuti literatur yang dikarang oleh Prof. Peter J. D'Adamo, seorang ahli Naturopatik Eropa yang juga peneliti dan buku-bukunya telah menjadi best seller tingkat internasional. Jadi memang sesungguhnya sudah layak menjadi referensi program diet.
Kami tidak promosi sebab kami bukan brokernya dia, tetapi yang menjadi alasan kenapa saya mengikutinya adalah "kesadaran pribadi akan arti pentingnya manusia diciptakan dengan berbagai jenis Golongan Darah". Memang begitu, saya baru sadar sesadar-sadarnya sekarang ini, mengapa kita harus dengan susah payah mempelajari Ilmu Biologi (yang disampaikan oleh Ibu kita di sekolah SMU dulu / Bu Susi & Bu Hastuti). Seluruh materi ilmu yang membahas tentang Golongan Darah baik waktu di sekolah maupun di PT, kita hanya menyerap dan mengerti cukup sampai di permukaannya saja. Nah sekarang setelah anda mempelajari seluruh literatur yang dikarang oleh seorang yang pas memiliki kapasitas / Peter J D'Adamo, baru akan sangat mengerti korelasinya dengan metabolisme tubuh kita dan kaitannya dengan masalah golongan darah.
Kedua, melakukan olahraga secara rutin dan konsisten sesuai kemampuan dan porsinya masing-masing. Bagi yang punya duit kan bisa maen golf, ikut fitnees. Sing ra nduwe yo cukup mlayu-mlayu karo aerobik ora usah nganggo sepatu utawi nyeker mawon. (yg punya duit ya cukup lari-lari berikut aerobik tanpa memakai alas kaki atau telanjang kaki saja). Olahraga bertujuan untuk membakar lemak, meningkatkan kekuatan otot dan menjaga fleksibilitas persendian yang akan mencegah terjadinya penyakit rematik. Awalnya olah raga dimulai 10 menit dan ditingkatkan terus sampai 30 menit per hari dengan frekuensi minimal 3 X seminggu.
Olah raga juga berfungsi untuk memacu jantung dan membakar lemak yang sering-kali menyelimuti jantung orang kegemukan.
Ketiga, dianjurkan mengonsumsi ikan, brokoli dan kembang kol yang semuanya diyakini mengandung anti-oksidan untuk membantu mengatasi radikal bebas yang terdapat dalam tubuh. Radikal bebas inilah yang berperan besar menyebabkan timbulnya berbagai penyakit metabolik, seperti kencing manis, liver, jantung dan ginjal. Pada beberapa kasus kegemukan, radikal bebas juga berperan mengganggu metabolisme lemak.
Keempat, minumlah teh hijau 2X sehari. Hindari minuman cola dan kopi karena cola dan kopi banyak mengandung kafein. Sementara, teh hijau banyak mengandung zat bioflavonoid yang merupakan anti-oksidan yang ampuh.
Kelima, mengkonsumsi kacang kedelai dan turunannya karena banyak mengandung protein, asam lemak jenuh dan fitoestrogen. Fitoestrogen adalah estrogen alami yang membuat Anda awet muda.
Keenam, melakukan upaya detoksifikasi (pembuangan racun-racun dari dalam tubuh kita). Hal ini bisa dilakukan dengan cara modern atau sederhana; dengan biaya ringan atau biaya tinggi. Racun-racun yang dimaksudkan bagi tubuh kita antara lain : zat-zat berbahaya (berasal dari pengawet, pewarna, pemanis, peluruh, penyedap, dll) yang tercampur dalam makanan yang kita makan, bisa juga berupa polutan rokok, atau makanan yang seharusnya sesuai golongan darah seseorang tidak dianjurkan untuk dimakan, dan lain-lain.
Ketujuh, kendalikan mulut rakus anda menghadapi segala makanan yang enak-enak, sesuaikan asupan dengan kebutuhan tubuh kita. Jangan menthang-menthang ada makanan gratis dan enak semuanya "dibadhog kabeh". Tapi nek sampean secara struktural garis keturunan silsilahnya sedulure buto ijo yo ora opo-opo.
Kedelapan, melakukan aktifitas religius (ibadah kepada Sang Maha Pencipta) secara rutin dan intens, untuk menjaga keseimbangan kondisi jasmani dengan kondisi rohani. Secara sederhana manusia dicipta tentu saja ada yang menciptakan, dus, hubungan secara vertikal harus juga dilakukan.
Kesembilan, (dikutip dari tuntunan hidup Nabi Muhammad SAW) secara rutin mengkonsumsi madu dan buah jinten hitam (habbatussauda).
Kesepuluh, untuk menyempurnakan keenam Tips tersebut (dan ini sangat sulit dilakukan, barangkali) menghindari dan kalo bisa jangan sekali-kali mengasupi tubuh anda dengan berbagai makanan yang berasal dari hasil anda menjadi "Tikus, Kadal atau Ular" (bahasa filosofi), mengingat binatang tersebut banyak memiliki profesi muslihat (KKN, apus-apus/aksi tipu-tipu, jopa-japu, bim salabim, dunia rekayasa, dunia urik-urikan, dan profesi lainnya yg masih termasuk dalam derivat-nya).

TAKLIMAT :
1) Bagi yang berminat utnuk mengetahui secara lebih jauh tentang diet menurut golongan darah kami persilahkan menghubungi saya saja (yang dilayani hanya hubungan korespondensi manual (surat), digital (email), visual (suara per telepon) bukan hubungan inTIM ........ alias hubungan di (in) Taman Ismail Marzuki (TIM) !!!.
2) Bagi yang mau mengikuti ya berarti dinamika kehidupan anda menuju kepada titik kemajuan, dan bagi yang tidak, ya ...(meminjam istilah sang foundingfather's kita pak Harto).."Yo Ora pathek'en".

15 Agustus 2007

Memang kita bangsa yang suka "Ngutang" kali yee ??

Secara faktual telah sangat jelas bahwa sumberdaya alam yang terkandung di bumi Indonesia tercinta ini sangat-sangat melimpah, terdiri dari beraneka ragam sumberdaya hayati, aneka satwa, tambang, migas, hasil laut, hasil hutan, hasil pertanian, industri, dll bahkan sekalipun yang tidak ada di belahan negara lain di Indonesia justru ada. Hal ini tentu saja akan cukup banyak menghasilkan uang untuk mengelola negara ini.
Persoalan utamanya sekarang adalah mengapa sampai detik ini negara masih harus mengutang sampai ribuan triliun rupiah ??? Kemana larinya duit hasil eksploitasi sumberdaya milik Indonesia tsb ??? Dimakan Jin tidak mungkin, soalnya dia hanya makan kembang. Lalu ?? Akankah negara kita seterusnya juga akan kita bangun dengan dana menghutang ??? Jawabannya adalah "tidak ada yang tahu". Yang sudah pasti adalah bahwa negara ini telah di-manage bukan oleh seorang negarawan sejati.
Ada beberapa premis kenapa negara kita sampai saat ini masih terlilit hutang yang sangat dasyat besarnya.
Pertama, negara ini sengaja untuk dibangkrutkan tapi entah oleh siapa.
Kedua, negara ini karena kekayaannya yang melimpah sengaja dijual oleh para komprador.
Ketiga, negara ini digerogoti oleh "serombongan tikus-tikus" dari berbagai jenis, golongan dan strata.
Keempat, keinginan anasir asing agar Indonesia tidak bisa menjadi negara maju
Pertanyaan selanjutnya, siapa dalam hal ini yang harus dipersalahkan mengelola negara menjadi seperti ini ??? Yang tentu sudah pasti dari tiga unsur utama negara sebagai pihak yang telah mengawakinya sejak kita merdeka (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif); tidak ada yang mau sama sekali dipersalahkan. Menyedihkan ....memang !
Lalu apabila kita saksikan kondisi rakyat Indonesia di lapangan, memang masyarakat kita yang bersifat konsumtif sehingga sangat hobi dan suka mengutang. Hal ini bisa terlihat dengan jelas antara lain dari persoalan : ngutang motor, mobil, baju, belanja di warung, dll.
Saya pikir presentase rakyat yang mengutang lebih banyak daripada yang tidak mengutang, sehingga wajar kalo negara ketularan mengutang juga. memang kita bangsa yang suka ngutang kali yee ???.

Sebuah kenangan "begundhal" masa SMA : AKSI PANJAT POHON MANGGA MILIK IBU KOST MENGGUNAKAN BAJU MILIK TEMAN SEKAMAR

Saat sekolah di SMU dulu, rumah kost-kostan kami letaknya berada di tepi jalan raya utama dan berhadapan langsung dengan rumahnya Mr. Fredy Suryadi alias Bhaloenk, yaitu di Jln. Diponegoro Kutoarjo. Halaman rumahnya sangat luas dan teduh karena banyak ditumbuhi pepohonan yang besar. Salah satunya berbagai jenis pohon mangga. Penghuni rumah kost tentunya adalah kami bertiga yang disebut dengan sebutan "TRIO LABEL", yaitu Rahmat Sondy, Bambang (IPA2) dan Bagyo ES. Istilah LABEL berasal dari akronim LAki-laki BEbaL.
Pada suatu malam itu, situasi rumah kost terasa agak sepi walaupun si empunya rumah (Mbah Sastro, Om Santoso/menantu beserta istrinya) ada didalam rumah. Entah godaan dari bangsa lelembut keturunan mana, di malam yang naas sepi itu salah satu oknum dari kami "Trio Label" dengan liputan rasa waswas juga berhasrat sekali dengan buah mangga yang menggiurkan lidah. Berlagak seperti bala tentaranya "Tarzan" dengan PeDe dan santainya memanjat salah satu pohon mangga yang kebetulan "mepet" dengan dinding kamar kost. Sang pelaku sebelumnya sudah merancang terlebih dulu untuk menggunakan baju milik rekan sekamarnya sendiri untuk melakukan aksi tindakan tidak senonoh ini. Berharap supaya aksinya tidak ketahuan, atau kalau ketahuan yang menjadi tersangka bukan si pelaku, tetapi "si empunya pemilik baju". Walhasil, sebelum tindakan senonoh tsb tuntas dilaksanakan, si pemilik rumah keburu tahu bahwa pohon mangganya sedang "digerayangi". Si pelaku tentunya gragapan dan langsung secara reflek turun, tetapi kurang ligat dan lincah mengingat posturnya terlalu "over height". Karena aksinya dilakukan dalam kegelapan malam, si empunya rumah akhirnya tidak tahu persis wajah siapa sebenarnya si pelaku tersebut, disamping itu pelaku juga sudah "menyamar" memakai baju milik rekan sekamarnya, sehingga sempurnalah aksinya. Akibatnya yang sudah pasti adalah pemilik rumah mengetahui bahwa yang beraksi adalah si "X" yang memakai baju yang warna dan jenisnya tertentu. Pelaku asli dari aksi tidak senonoh ini menjadi rahasia tersendiri dari kami "Trio Label". Namun apabila kejadian ini diurai, unsur pidananya ada 2 jenis. Pertama, kasus "penggerayangan" pohon mangga, kedua, kasus pencemaran nama baik terhadap orang (korban) yang bajunya dipake berbuat tidak senonoh. Secara hukum kedua kasus pidana tersebut kategorinya menurut hukum positif di Indonesia "bukan merupakan delik aduan", sehingga tanpa pengaduan dari para pihak yang dirugikan sesungguhnya kasus pidananya "tetap dapat diusut". Akan tetapi dengan berbagai alasan dan pertimbangan bahwa kasusnya telah berlalu lebih dari 15 tahun dan pertimbangan bahwa kami sadar sesadarnya telah saling belajar dan mengisi diri dengan berbagai macam ilmu tentang "panjat memanjat", ataupun ilmu lainnya, juga jenis-jenis ilmu "panjat memanjat lainnya". Termasuk memanjat jendela. Juga karena apabila kasusnya dibuka secara fair dan vulgar akan menimbulkan "efek makro" yang "luar biasa", maka kami berkeputusan untuk tetap "saling legowo saja". Namun tidak menutup kemungkinan "penuntutan secara materiil" maupun "permohonan rehabilitasi nama baik". Soalnya si pelaku sekarang duitnya lagi banyak (katanya siapa ???). Akhir ceritanya adalah bahwa dengan kasus "tidak senonoh diatas", pihak yang terfitnah menjadi tersangka hingga saat ini adalah "si empunya pemilik baju" yang dipake oleh si pelaku sebenarnya yaitu ...... (salah satu diantara kami "Trio Label"), dan si pelaku aslinya sampe sekarang tetap bersih nama dan kredibilitasnya. Yaaaachhh.................... "legowo aja dech" !!!.