Misteri hilangnya pesawat Adam Air sejak 1 Januari lalu sangat menghebohkan. Keluarga penumpang pesawat was-was dan ingin mendapat kepastian keberadaan pesawat selain nasib penumpangnya.
Pesawat yang menghilang tersebut berjenis Boeing 737-400 milik Maskapai Adam Air yang membawa penumpang 102 orang dalam penerbangan dari Bandara Juanda Surabaya tujuan Bandara Sam Ratulangi Menado.
Empat hari setelah pesawat Adam Air dinyatakan hilang, Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menyatakan Adam Air tidak terdeteksi karena ATC (Air Traffic Controller) milik Angkasa Pura di Bandara Hassanuddin, Makassar mengalami kerusakan sejak akhir Desember 2006.
Beberapa jam kemudian ia pun meralatnya dengan menyatakan bahwa yang rusak itu adalah LUT (Local User Terminal) yang ada di Bandara Cengkareng milik Badan SAR Nasional (Basarnas), bukan ATC Angkasa Pura.
Kerusakan itu membuat sinyal ELBA/ELT (Emergency Locator Transmitter) dari satelit tidak bisa tertangkap LUT. Sedangkan ATC di Makassar merupakan ATC terbaik yang dimiliki Indonesia dan sama sekali tidak mengalami gangguan.
Sistem kerja ATC
Memang ATC, LUT dan Beacon—salah satunya bisa memancarkan sinyal ELT— merupakan satu kesatuan sistem yang tidak bisa dipisahkan. Satu saja dari tiga organ tersebut yang rusak, semuanya jadi berantakan, seperti kasus hilangnya Adam Air di atas. Akibat LUT rusak, posisi terakhir keberadaan Adam Air pun tidak diketahui.
Selain ketiga organ utama ATC di atas, ada satu lagi yang tidak kalah pentingnya, bahkan bisa dikatakan jauh lebih penting. Tim tersebut bertugas untuk mencari pesawat terbang, kapal laut maupun orang yang terjebak musibah untuk kemudian memberikan pertolongan pertama terhadap kecelakaan. Tim tersebut biasa disebut dengan Tim SAR atau SAR. SAR merupakan singkatan dari Search And Rescue, yang berarti mencari dan menyelamatkan.
Tim ini akan segera bergerak untuk melakukan pencarian dan penyelamatan ke lokasi musibah setelah mendapatkan informasi adanya musibah. Selain dari sinyal beacon yang dipancarkan unit yang terkena musibah tersebut, informasi kecelakaan bisa didapat dari Pemda, instansi, stasiun radio pantai, TNI, ORARI, RAP1, PRSSNI, Polri, pesawat atau kapal lain yang tidak terkena musibah, dan lain-lain.
Adapun cara kerja sistem ATC ialah sebagai berikut, pertama, beacon—alat pengirim sinyal darurat yang dipasang pada setiap pesawat terbang yang hendak lepas landas atau kapal laut yang akan mengarungi lautan atau kendaraan lain yang hendak melaju—bila terjadi musibah, baik di darat, laut maupun udara, baik secara otomatis maupun manual akan memancarkan sinyal distress pada frekuensi 121,5 MHz untuk pelayaran dan 243 MHz untuk penerbangan atau 406 MHz untuk pelayaran maupun penerbangan.
Kemudian, pancaran sinyal ini akan dideteksi satelit ATC yang melintas di atasnya. Untuk dapat bekerja dengan baik beacon tersebut harus dalam kondisi yang layak pakai, sehingga sinyal yang terpancar dapat diterima dengan baik oleh satelit ATC.
ATC pun memancarkan kembali sinyal tersebut ke bumi. Sinyal tersebut ditangkap stasiun bumi penangkap sinyal, yakni LUT. Kemudian LUT memprosesnya untuk menentukan posisi dan identitas beacon.
Sinyal distress tersebut bersama dengan data beacon dan lokasi oleh Mission Control Centre (MCC) dikirim ke Rescue Coordinating Centre (RCC) atau MCC lain bila lokasi musibah tersebut berada di wilayah lain.
Semuanya diproses dibawah kontrol komputer sehingga berjalan secara otomatis tanpa campur tangan operator. Setelah itu, Tim SAR diberangkatkan ke lokasi yang ditunjukkan sinyal tersebut untuk mencari dan menyelamatkan korban.
Pesawat yang menghilang tersebut berjenis Boeing 737-400 milik Maskapai Adam Air yang membawa penumpang 102 orang dalam penerbangan dari Bandara Juanda Surabaya tujuan Bandara Sam Ratulangi Menado.
Empat hari setelah pesawat Adam Air dinyatakan hilang, Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menyatakan Adam Air tidak terdeteksi karena ATC (Air Traffic Controller) milik Angkasa Pura di Bandara Hassanuddin, Makassar mengalami kerusakan sejak akhir Desember 2006.
Beberapa jam kemudian ia pun meralatnya dengan menyatakan bahwa yang rusak itu adalah LUT (Local User Terminal) yang ada di Bandara Cengkareng milik Badan SAR Nasional (Basarnas), bukan ATC Angkasa Pura.
Kerusakan itu membuat sinyal ELBA/ELT (Emergency Locator Transmitter) dari satelit tidak bisa tertangkap LUT. Sedangkan ATC di Makassar merupakan ATC terbaik yang dimiliki Indonesia dan sama sekali tidak mengalami gangguan.
Sistem kerja ATC
Memang ATC, LUT dan Beacon—salah satunya bisa memancarkan sinyal ELT— merupakan satu kesatuan sistem yang tidak bisa dipisahkan. Satu saja dari tiga organ tersebut yang rusak, semuanya jadi berantakan, seperti kasus hilangnya Adam Air di atas. Akibat LUT rusak, posisi terakhir keberadaan Adam Air pun tidak diketahui.
Selain ketiga organ utama ATC di atas, ada satu lagi yang tidak kalah pentingnya, bahkan bisa dikatakan jauh lebih penting. Tim tersebut bertugas untuk mencari pesawat terbang, kapal laut maupun orang yang terjebak musibah untuk kemudian memberikan pertolongan pertama terhadap kecelakaan. Tim tersebut biasa disebut dengan Tim SAR atau SAR. SAR merupakan singkatan dari Search And Rescue, yang berarti mencari dan menyelamatkan.
Tim ini akan segera bergerak untuk melakukan pencarian dan penyelamatan ke lokasi musibah setelah mendapatkan informasi adanya musibah. Selain dari sinyal beacon yang dipancarkan unit yang terkena musibah tersebut, informasi kecelakaan bisa didapat dari Pemda, instansi, stasiun radio pantai, TNI, ORARI, RAP1, PRSSNI, Polri, pesawat atau kapal lain yang tidak terkena musibah, dan lain-lain.
Adapun cara kerja sistem ATC ialah sebagai berikut, pertama, beacon—alat pengirim sinyal darurat yang dipasang pada setiap pesawat terbang yang hendak lepas landas atau kapal laut yang akan mengarungi lautan atau kendaraan lain yang hendak melaju—bila terjadi musibah, baik di darat, laut maupun udara, baik secara otomatis maupun manual akan memancarkan sinyal distress pada frekuensi 121,5 MHz untuk pelayaran dan 243 MHz untuk penerbangan atau 406 MHz untuk pelayaran maupun penerbangan.
Kemudian, pancaran sinyal ini akan dideteksi satelit ATC yang melintas di atasnya. Untuk dapat bekerja dengan baik beacon tersebut harus dalam kondisi yang layak pakai, sehingga sinyal yang terpancar dapat diterima dengan baik oleh satelit ATC.
ATC pun memancarkan kembali sinyal tersebut ke bumi. Sinyal tersebut ditangkap stasiun bumi penangkap sinyal, yakni LUT. Kemudian LUT memprosesnya untuk menentukan posisi dan identitas beacon.
Sinyal distress tersebut bersama dengan data beacon dan lokasi oleh Mission Control Centre (MCC) dikirim ke Rescue Coordinating Centre (RCC) atau MCC lain bila lokasi musibah tersebut berada di wilayah lain.
Semuanya diproses dibawah kontrol komputer sehingga berjalan secara otomatis tanpa campur tangan operator. Setelah itu, Tim SAR diberangkatkan ke lokasi yang ditunjukkan sinyal tersebut untuk mencari dan menyelamatkan korban.
ATC, LUT dan beacon merupakan satu kesatuan sistemyang tidak bisa dipisahkan bagi dunia penerbangan. Salah satu saja rusak, semuanyajadi berantakan, seperti kasus hilangnya pesawat Adam Air.
Operasi Intelijen
Pemantauan posisi pesawat secara elektronik oleh ATC juga menyingkap kejanggalan dalam peristiwa 11 September 2001 di Gedung Pentagon. Ada indikasi kesengajaan ketika Pesawat Boeing 757 dengan nomor penerbangan 77 milik Maskapai American Airlines menabrak markas besar Angkatan Bersenjata AS itu.
Pada peristiwa 9/11, sistem ATC di AS berjalan dengan baik. Tidak terdapat kerusakan teknis, baik pada beacon, ATC, maupun LUT. Bahkan, berdasarkan radar ATC, pesawat Boeing tersebut terakhir kali memberikan sinyal ELT di dekat Ohio.
Satu jam kemudian, radar ATC menangkap sinyal asing di Washington DC, tepatnya di lokasi Gedung Pentagon. Belakangan sinyal tersebut diketahui terpancar dari pesawat militer Global Hawk.
Artinya pesawat yang menabrak Gedung Pentagon bukanlah Penerbangan 77 tetapi pesawat milik militer AS, yaitu Global Hawk. Argumennya pesawat komersial dilarang terbang dilangit sekitar Gedung Pentagon. Sedangkan yang boleh terbang di wilayah tersebut hanyalah pesawat militer milik AS.
Jerry D. Grey, seorang penulis yang juga mantan personel Angkatan Udara AS, menyatakan; di bagian Gedung Pentagon yang hancur ditabrak, tidak satu bukti pun menunjukan pecahan badan pesawat Penerbangan 77. Semua bukti mengarah ke pesawat tanpa awak, yakni, Global Hawk.
Di TKP (tempat kejadian perkara) tidak ditemukan satu potongan mayat pun. Padahal pesawat tersebut mengangkut 64 penumpang, Juga tidak ditemukan bukti lain, baik berupa bagian dari jok atau bagasi penumpang, atau pun sisa dari dua mesin besar Boeing 757.
Semua bukti yang ditemukan di TKP mengarah ke pesawat Global Hawk. Bukti itu di antaranya adalah ditemukannya satu mesin kecil dan roda pendaratan, sama persis dengan mesin dan roda pendarat Global Hawk.
Global Hawk merupakan pesawat mata-mata yang sangat ringan dan dilengkapi dengan misil. Pesawat ini sangat langka. Di dunia hanya ada enam, semuanya milik AS. Pada Desember 2002, Angkatan Udara AS menyatakan pesawat tersebut tinggal empat, yang lainnya hilang dalam tugas.
Bagimana nasib 64 penumpang pesawat penerbangan 77 ? Memang ada potongan-potongan mayat yang dikirim ke kamar mayat di Kota Dover. Namun ada yang janggal, mengana potongan-potongan itu tidak dikirim ke kamar mayat di Virginia. Padahal Virginia lebih dekat dari Gedung Pentagon dibandingkan dengan Dover.
Penduduk Dover tidak ada yang tahu bahwa mayat tersebut dibawa dari kamar mayat Virginia atau dari Ohio. Mereka semua percaya potongan mayat-mayat tersebut merupakan korban pesawat Boeing yang menabrak Pentagon.
Apalagi Tim Analisis Gigi dan DNA di Dover memastikan potongan mayat yang dibawa ke kamar mayat Dover memang benar merupakan korban penumpang Boeing 757.
Keawaman sebagian besar publik terhadap sistem kerja ATC dan karakteristik berbagai jenis pesawat terbang dapat dimanfaatkan intelijen untuk melakukan operasi tertentu guna mencapai target sesuai dengan yang diinginkannya.
(Tabloid Intelijen No. 23/Th III/2007)
Operasi Intelijen
Pemantauan posisi pesawat secara elektronik oleh ATC juga menyingkap kejanggalan dalam peristiwa 11 September 2001 di Gedung Pentagon. Ada indikasi kesengajaan ketika Pesawat Boeing 757 dengan nomor penerbangan 77 milik Maskapai American Airlines menabrak markas besar Angkatan Bersenjata AS itu.
Pada peristiwa 9/11, sistem ATC di AS berjalan dengan baik. Tidak terdapat kerusakan teknis, baik pada beacon, ATC, maupun LUT. Bahkan, berdasarkan radar ATC, pesawat Boeing tersebut terakhir kali memberikan sinyal ELT di dekat Ohio.
Satu jam kemudian, radar ATC menangkap sinyal asing di Washington DC, tepatnya di lokasi Gedung Pentagon. Belakangan sinyal tersebut diketahui terpancar dari pesawat militer Global Hawk.
Artinya pesawat yang menabrak Gedung Pentagon bukanlah Penerbangan 77 tetapi pesawat milik militer AS, yaitu Global Hawk. Argumennya pesawat komersial dilarang terbang dilangit sekitar Gedung Pentagon. Sedangkan yang boleh terbang di wilayah tersebut hanyalah pesawat militer milik AS.
Jerry D. Grey, seorang penulis yang juga mantan personel Angkatan Udara AS, menyatakan; di bagian Gedung Pentagon yang hancur ditabrak, tidak satu bukti pun menunjukan pecahan badan pesawat Penerbangan 77. Semua bukti mengarah ke pesawat tanpa awak, yakni, Global Hawk.
Di TKP (tempat kejadian perkara) tidak ditemukan satu potongan mayat pun. Padahal pesawat tersebut mengangkut 64 penumpang, Juga tidak ditemukan bukti lain, baik berupa bagian dari jok atau bagasi penumpang, atau pun sisa dari dua mesin besar Boeing 757.
Semua bukti yang ditemukan di TKP mengarah ke pesawat Global Hawk. Bukti itu di antaranya adalah ditemukannya satu mesin kecil dan roda pendaratan, sama persis dengan mesin dan roda pendarat Global Hawk.
Global Hawk merupakan pesawat mata-mata yang sangat ringan dan dilengkapi dengan misil. Pesawat ini sangat langka. Di dunia hanya ada enam, semuanya milik AS. Pada Desember 2002, Angkatan Udara AS menyatakan pesawat tersebut tinggal empat, yang lainnya hilang dalam tugas.
Bagimana nasib 64 penumpang pesawat penerbangan 77 ? Memang ada potongan-potongan mayat yang dikirim ke kamar mayat di Kota Dover. Namun ada yang janggal, mengana potongan-potongan itu tidak dikirim ke kamar mayat di Virginia. Padahal Virginia lebih dekat dari Gedung Pentagon dibandingkan dengan Dover.
Penduduk Dover tidak ada yang tahu bahwa mayat tersebut dibawa dari kamar mayat Virginia atau dari Ohio. Mereka semua percaya potongan mayat-mayat tersebut merupakan korban pesawat Boeing yang menabrak Pentagon.
Apalagi Tim Analisis Gigi dan DNA di Dover memastikan potongan mayat yang dibawa ke kamar mayat Dover memang benar merupakan korban penumpang Boeing 757.
Keawaman sebagian besar publik terhadap sistem kerja ATC dan karakteristik berbagai jenis pesawat terbang dapat dimanfaatkan intelijen untuk melakukan operasi tertentu guna mencapai target sesuai dengan yang diinginkannya.
(Tabloid Intelijen No. 23/Th III/2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar