Semoga melalui media digital personal website yang sangat sederhana ini, tali silaturahmi dan pertemanan yang terputus dapat tersambung kembali dan mengakrabkan kita, sebab hidup dgn ilmu akan lebih mudah, hidup dgn seni akan lebih indah & hidup dgn iman pasti akan terarah.

Masukan yang bersifat membangun dapat dikirimkan melalui email : bagyoesx@gmail.com atau bagyo_27061965@yahoo.co.id atau SMS/Kontak HP 08159552196

28 Agustus 2007

SKANDAL PERDAGANGAN SENJATA INTERNASIONAL

"Kita tidak bisa mendapatkan sesuatu dan kontradiksinya sekaligus. Kita tak bisa mengaku sebagai penyokong utama perdamaian dunia sekaligus penghasil utama senjata pada waktu yang sama," ujar mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter.

Demokrasi selalu menyisakan ironi. Negara-negara besar yang menyuarakan demokrasi ternyata merupakan eksportir terbesar senjata ke negara-negarayang dinilai melanggar HAM. Senjata-senjata itu telah membantu bercokolnya rezim diktator dan melayangnya nyawa-nyawa tak bersalah.
Buku tahunan Akademi Stocholm untuk Penelitian Perdamalan Dunia (SIPRI) memuat data mengejutkan tentang penjualan senjata dunia. Laporan itu menyebutkan, belanja senjata dunia internasional untuk jenis sen­jata konvensional dan nuklir bertambah hingga mencapai lebih dari US satu trilyun dolar dalam setahun. Bayangkan saja jika angka itu dirupiahkan. Dari angka itu, Amerika Serikat berada di urutan pertama dengan nilai ekspor 47 persen. Rinciannya, US 440 milyar dolar untuk senjata konvensional dan 23 milyar untuk senjata nuklir. Ini belum termasuk anggara belanja untuk perang Irak dan Afghani­stan. Untuk kedua negara Mus­lim itu, dianggarkan dana US 70 milyar dolar untuk tahun 2006 dan US 50 milyar dolar untuk tahun depan. Sebelumnya, anggaran sebesar US 50 milyar dolar untuk kedua nega­ra Itu telah disepakati oleh KongresAS.
Sedikitnya, terdapat 100 perusahaan penjual senjata terbanyak di dunia, dengan perkecualian Cina. Pada 2004 lalu, mereka telah menjual senjata senilai lebih dari US 236 milyar dolar, atau bertambah 25 persen dari sebelumnya. Sebanyak 28 perusahaan diantaranya bergerak di AS dan Kanada yang meraup 63 per­sen dari total penjualan. Sisanya, 62 perusahaan, bergiat di Eropa, dimana enam dianta­ranya bermukim di Rusia. Ke-62 perusahaan itu "cuma" men­jual 30 persen dari total pen­jualan senjata. Ironisnya, jumlah penjualan 100 perusahan ini setara dengan total pemasukan nasional seluruh negara-negara miskin yang berjumlah 61 (SIPRI Yearbook 2005: Armaments, Disarmament, and International Security)
Malapetaka yang diakibatkan oleh penyebaran senjata itu dapat dilihat, setidaknya, dari laporan PBB. Disebutkan, sekitar 13,3 juta manusia tewas dalam perang dan konflik bersenjata selama sepuluh tahun terakhir (1994-2003), sebanyak 9,2 juta diantaranya di Afrika.
Bisa dipastikan, jumlah itu jauh bertambah hari ini dengan makin tak terkendalinya situasi di Irak dan konflik di Darfur yang tak kunjung selesai, Angka tersebut setara dengan jumlah warga kota Lon­don, atau New York atau seluruh warga negara Uruguay. Tak ada yang peduli, apalagi simpati. Tak ada pihak yang bergerak untuk menghentikan, kezaliman ini. Padahal 70 person korban itu berasal dari warga sipil, dimana kebanyakan mereka adalah anak-anak dan wanita. Seperti terjadi di Irak dan Palestina, misalnya. Dampak lain dari penyebaran senjata adalah peperangan yang terus berkorbar dan pelanggaran luar biasa terhadap HAM di wilayah Afrika, Asia Barat dan Asia Selatan. Situasi ini telah mengakibatkan 37 juta jiwa pengungsi atau 75 persen dari total seluruh pe­ngungsi dunia. Mereka terpaksa meninggalkan rumah dan sumber pendapatan mereka, hingga jatuh melarat (http://www.milleritumindicators.un.org/).
Bukan hanya itu, belanja pertahanan dan keamanan telah memotong anggaran kesehatan dan pendidikan, Negara-negara dl Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin membelanjakan sekitar US 22 milyar dolar dalam setahun untuk membeli senjata. Padahal, separuh dari dana itu cukup untuk membiayai pendidikan dasar seluruh anak-anak di kawasan tersebut.
Sebagai contoh, di tahun 1999, Afrika Selatan menggelontorkan US 6 milyar dolar untuk membeli kapal selam, pesawat, helikopter dan lainnya. Padahal, dana itu cukup untuk mengatasi seluruh pasien AIDS di Afrika Selatan yang mencapai lima juta jiwa selama dua tahun (http://www.amnesty.org/).
Daftar urut negera pengimpor senjata konvensional terbesar th 2000-2004 (dlm Milyar dollar AS, hanya berdasarkan laporan resmi)
1. Cina : 11,7
2. India : 8,5
3. Yunani : 5,3
4. Inggris : 3,4
5. Turki : 3,3
6. Mesir : 3,1
7. Korsel : 2,8
8. Uni Emirat Arab : 2,6
9. Australia : 2,2
10. Pakistan : 2,0
11. Iran : 1,9
12. AS : 1,8
13. Israel : 1,7
14. Canada : 1,7
15. Arab Saudi : 1,7
Daftar urut negara pengekspor senjata konvensional terbesar th 2000-2004 (dlm Milyar Dollar AS, hanya berdasarkan laporan resmi)
1. Rusia : 26,9
2. AS : 25,9
3. Perancis : 6,4
4. Jerman : 4,9
5. Inggris : 4,5
6. Ukraina : 2,1
7. Kanada : 1,7
8. Cina : 1,4
9. Swedia : 1,3
10. Israel : 1,3
11. Italia : 1,3
12. Belanda : 1,3
13. Belarusia : 0,74
14. Uzbekistan : 0,59
15. Spanyol : 0,48
Sangat ironis, ketika negara-negara maju dan mengaku demokratis mengritik kezaliman dan pelanggaran HAM yang terjadi di negara-negara berkembang, namun pada saat yang sama mereka menjual senjata kepada negara-negara tersebut. Seba­gai contoh, pada rentang ta­hun 1998-2001, AS, Inggris dan Francis meraup keuntungan dari penjualan senjata kepada negara-negara berkembang yang jumlahnya jauh lebih besar daripada bantuan yang mereka berikan, industri senjata jauh berbeda dengan industri lainnya. Di sejumlah negara, industri ini berjalan tanpa pengawasan. Tak heran jika korupsi dan penyuapan tersebar luas (am­nesty.org). Menurut buku tahunan SIPRI, apa yang ditunjukkan oleh laporan penjualan dan pembelian, jauh lebih kecil dari realitas yang sebenarnya terjadi. Disebutkan, jumlah pen­jualan senjata konvensional mencapai US 43 milyar dalam setahun, dimana bagian AS mencapai US 23 milyar dolar.
Fakta yang membuat hati lebih miris lagi, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB merupakan pedagang terbesar senjata dunia. Lima negara itu, masing-masing Amerika Serikat, Inggris, Francis, Rusia dan Cina, mengekspor senjata dengan nilai 88 persen penjualan sanjata konvensional.
Yang tak boleh dilupakan, pemerintah Zionis Israel juga merupakan pedagang senjata yang cukup maju. Tercatat, Is­rael menjual senjata senilai US 17 juta dolar kepada negara-negara Afrika dan US 444 juta dolar ke Amerika, terutama Meksiko, AS dan Chili. Pen­jualan senjata Israel ke negara-negara Asia, utamanya ke In­dia dan Singapura, Cina, Korea Selatan, senilai US 452 juta dolar. Eropa kebagian pembelian senjata Israel senilai US 301 juta dolar, dengan rincian 199 juta untuk Turki dan sisanya untuk Jerman. Sementara, Israel "hanya" menjual senjata ke Australia senilai US 45 juta dolar.
Ironi lainnya, demi dalih perang melawan terorisme, Amerika Serikat menjual sen­jata kepada negara-negara yang dulu mendapat embargo, dinilai sebagai "teroris" atau "mempunyai catatan buruk dalam HAM". Sebagai misal, AS menjual senjata kepada Pakistan senilal US 1 milyar dolar, yang mencakup 6 pesawat angkut, 8 pesawat anti kapal selam, 100 helikopter, 2000 rudal antitank, tak lupa produk kebanggaan AS: pesawat F16. Tujuannya, agar Pakistan dapat menghabisi "teroris Muslim". AS juga mencabut embargo dari Yaman dan memberikan anggaran US 100 juta dolar untuk melatih perlawanan terhadap terorisrne.
Dalam catatan Persatuan llmuwan Amerika (FAS), AS telah memberikan senjata atau teknologi persenjataan kepada lebih dari 92 person wilayah konflik di dunia. Keberadaan senjata produksi AS membantu rezim-rezim diktator tetap bercokol, memfasilitasi militer untuk melanggar HAM, baik terhadap warga negara sendiri atau warga negara lain. AS kena batunya, ketika menemukan fakta bahwa 22 ribu warga AS tewas akibat senjata ringan.
Statistik menunjukkan, 80 persen dari senjata yang diekspor AS ke negara-negara berkembang ditujukan kepada rezim non-demokratis. Produk­si senjata berada pada penghasil devisa kedua setelah pertanian yang memberikan keuntungan sebesar US 7 milyar dolar.
Meluasnya peredaran senjata telah mencapai titik kulminasi yang sangat memprihatinkan. Terdapat 639 juta senjata kecil dan ringan yang tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 8 juta buah diproduksi setiap tahun, oleh 1135 perusahaan yang terletak di 98 negara. Berbagai senjata itu akan terus nenyalakan konflik dan kekerasan di berbagai wilayah, selama tidak ada upaya untuk menghentikannya.
Situasi ini diperparah oleh kehadiran calo-calo senjata yang menjadi penghubung antara penjual dan pembeli. Mereka diduga mengekspor senjata ke wilayah-wilayah konflik seperti Angola, Afghani­stan, Irak dan Rwanda.
Situasi kacau-balau yang diakibatkan oleh penjualan senjata ini tepat seperti diungkapkan dalam sebuah pepatah Arab: "Musibah bagi suatu kaum adalah manfaat bagi kaum lainnya." Konflik dan pelanggaran HAM yang terjadi di suatu wilayah. menjadi keuntungan bagi negara-negara yang mengekspor senjata. Senjata digunakan untuk mencabut nyawa. Sedang keuntungannya dipakai—pada saat yang sama—untuk menyanyikan senandung demokrasi dan kebebasan. Ironis.
(Sumber : Sabili N0. 26 Th XIII, diambil oleh M. Nurkholis Ridwan dari AI-Mujtama'a, No. 1704)

Tidak ada komentar: