Semoga melalui media digital personal website yang sangat sederhana ini, tali silaturahmi dan pertemanan yang terputus dapat tersambung kembali dan mengakrabkan kita, sebab hidup dgn ilmu akan lebih mudah, hidup dgn seni akan lebih indah & hidup dgn iman pasti akan terarah.

Masukan yang bersifat membangun dapat dikirimkan melalui email : bagyoesx@gmail.com atau bagyo_27061965@yahoo.co.id atau SMS/Kontak HP 08159552196

23 Oktober 2007

AC Manullang : KONSEP OTONOMI SUDAH MELENCENG

Kebijakan otonomi daerah menguat sejak era reformasi. Sejauhmana kebijakan itu mempengaruhi perubahan demokratisasi?
Otonomi daerah merupakan kebijakan pasca tumbangnya Orde Baru. Pada awalnya, kebijakan otonomi daerah diharapkan sebagai upaya untuk memberikan kewenangan daerah dalam mengembangkan ekonominya. Dari berbagai indikasi, ternyata otonomi daerah bisa dikatakan tidak membawa perubahan yang positif. Justru yang muncul adalah ketimpangan ekonomi di daerah, karena munculnya "raja-raja baru". Jika dahulu korupsi ada di pusat, sekarang sampai ke daerah. Selain itu peran pemodal sangat besar. Di mana, pemilik modal dapat menguasai daerah, hal ini sudah terbukti di beberapa daerah. Apalagi dalam perkembangannya otonomi daerah memunculkan kebijakan pemilihan daerah secara langsung. Bahkan sekarang ini calon independen dimungkinkan ikut berpartisipasi dalam pilkada.

Anda tidak sependapat dengan konsepsi otonomi daerah?
Saya setuju konsep otonomi daerah, tetapi harus sesuai dengan Pancasila dan bangsa Indonesia.
Saya melihat konsep otonomi yang dikembangkan sudah melenceng. Asing juga banyak berperan dalam memasukkan ide-idenya baik lewat DPR maupun LSM. Dan terbukti agenda AS untuk memasukkan ide tentang otonomi daerah cukup berhasil. Keberhasilan itu akan diikuti dengan penempatan orang-orang AS untuk menduduki pemerintah daerah. Salah satunya adalah Aceh, di mana AS telah berhasil menempatkan orangnya untuk menduduki sejumlah kursi kepala daerah di Aceh. Wilayah yang menetapkan otonomi daerah harus tetap berada dalam naungan NKRI dan tetap memiliki hubungan dengan pusat. Hal ini penting untuk ditegaskan, demi mencegah kesalahpahaman bahwa dengan otonomi daerah, bupati/wali kota sepenuhnya bebas tanpa ikatan dengan otoritas pusat. Meskipun sistem hierarki sudah tidak dianut lagi, namun harus tetap ada ikatan yang kuat antara daerah dengan pusat, terutama dalam hal keuangan, keamanan dan hubungan luar negeri.

Sejauhmana dampak negatif penerapan otonomi daerah?
Otonomi daerah akan memunculkan pemekaran daerah, Perubahan itu akan menjadi potensi konflik vertikal jika tidak ditangani secara cermat dan berhati-hati. Bisa jadi rakyat di daerah akan kecewa terhadap pemerintah daerahnya maupun terhadap pemerintah pusat yang dinilai tidak responsif terhadap aspirasi rakyat. Pada gilirannya hal itu dapat menyuburkan semangat separatisme untuk memisahkan diri dari NKRI. Selain itu, pro dan kontra atas gagasan pemekaran suatu wilayah juga merupakan potensi konflik horizontal antara sesama anggota masyarakat karena alasan suku, agama, ras, antar golongan dan kepentingan politik. Bahwa instabilitas internal seringkali mengundang campur tangan atau intervensi pihak asing.

Otonomi daerah & dampak negatif penerapannya merupakan skenario asing?
Hal itu merupakan bagian operasi intelijen AS untuk menggerogoti kekuatan Indonesia. Dalam operasi intelijennya, AS sudah menyiapkan agen-agen terbaiknya yang ada di DPR, LSM, pemerintahan maupun media massa. Untuk mencapai kesuksesan dalam menjalankan operasi intelijen keempat unsur tadi harus dikuasai. Misalnya, LSM yang didanai asing akan melakukan
propaganda mendukung otonomi daerah. Tentunya, acaranya diliput media, dengan strategi itulah masyarakat dipengaruhi bahwa otonomi daerah merupakan solusi untuk mengatasi persolan daerah. Bahkan untuk menyukseskan otonomi daerah banyak para mahasiswa yang mendapat kucuran dana lewat beasiswa dengan penelitian otonomi daerah yang tentunya diarahkan untuk mendukung otonomi daerah.

Secara khusus apa sebenarnya kepentingan AS dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia?
Kepentingan ekonomi lah yang terpenting. Dengan berlakunya otonomi daerah, daerah diberikan kesempatan untuk mengakses dana melalui hutang kepada luar negeri. Karena kebijakan hutang dapat dilakukan pemerintah daerah tanpa melalui koordiansi dengan pemerintah pusat. Tentunya akan ada harapan bahwa dengan semakin banyaknya hutang daerah kepada luar negeri, asing akan semakin banyak menguasai penjaminan aset daerah. Selanjutnya, dengan potensi korupsi daerah yang tetap tinggi, maka diharapkan daerah tidak mampu membayar hutang. Jika itu terjadi dengan mudah asing akan memiliki aset daerah yang dijaminkan. Kebijakan otonomi daerah tersebut sebenarnya merupakan sasaran bagi masuknya pemilik modal AS, dalam hal ini tentunya orang Yahudi, ke Indonesia. Mereka mempunyai target akhir menguasai Indonesia dan menjadikan sebagai tanah air warga Yahudi. Untuk itulah Mossad juga ikut bermain.

Strategi jeratan hutang akan diterapkan sebagaimana pola divestasi BUMN?
Pola divestasi BUMN akan dilanjutkan dengan pola divestasi BUMD. Bisa dibayangkan jika seluruh daerah berhutang ke luar negeri dan tidak ada yang mampu membayar karena dikorupsi semuanya, maka seluruh aset dan wilayah nantinya dapat dikuasai asing. Selain pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan otonomi khusus, misalnya Papua.
Otonomi khusus akan mengarah disintegrasi bangsa?
AS sedang menyiapkan operasi intelijen yang terfokus pada penguasaan ekonomi yang akhirnya pada penguasaan daerah. Strategi pertama, daerah yang mempunyai potensi melepaskan diri dari NKRI diberikan konsep otonomi khusus dan mempersiapkan agen-agen untuk menduduki jabatan kepala daerah, seperti wilayah Aceh, Papua, Maluku. Otonomi khusus yang diberikan pemerintah kepada Papua kurang berhasil. Hal itu merupakan bagian dari strategi operasi intelijen AS. Di mana diharapkan nantinya rakyat Papua bergejolak dan menginginkan otonomi yang lebih luas. Dalam hal ini tutorial dari penasehat atau LSM asing dibutuhkan. Saat ini ada tiga konflik di Papua. Yakni, pemerintah Papua dengan rakyat Papua, pemerintah pusat-rakyat papua, elit Papua-pemerintah pusat. Dalam hal ini posisi elit mendua.
(Hasil wawancara dg AC Manullang, Pengamat Intelijen, Dwi Mingguan Intelijen No 18 Th IV 2007, 25 Oktober-7 November)

Tidak ada komentar: