Semoga melalui media digital personal website yang sangat sederhana ini, tali silaturahmi dan pertemanan yang terputus dapat tersambung kembali dan mengakrabkan kita, sebab hidup dgn ilmu akan lebih mudah, hidup dgn seni akan lebih indah & hidup dgn iman pasti akan terarah.

Masukan yang bersifat membangun dapat dikirimkan melalui email : bagyoesx@gmail.com atau bagyo_27061965@yahoo.co.id atau SMS/Kontak HP 08159552196

03 Oktober 2007

Singapura dan Suksesi Indonesia 1998

Seperti yang sudah disinggung di muka, suksesi Indonesia di tahun 1998 yang memutus kekuasaan Presiden Soeharto dan digantikan oleh BJ Habibie, dengan didahului hantaman krisis yang sengaja dibuat oleh George Soros dan sejumlah pengusaha dan intelektual Yahudi internasional, dalam sisi hubungannya dengan Singapura sangat menguntungkan negara mini ini.
Kesediaan Presiden Soeharto untuk "turun tahta" pada hari Rabu, 21 Mei 1998, sangat mengagetkan seluruh rakyat Indonesia. Para mahasiswa yang saat itu tengah menduduki Gedung DPR/MPR Jakarta pun dibuat terkesima. "Kok cepat banget ya?" ujar mereka. Banyak orang menduga, Soeharto bersedia turun setelah ada tekanan dari mahasiswa, sejumlah tokoh yang terang-terangan memintanya mundur, dan beberapa menteri dalam kabinetnya yang mengambil peran sebagai "Brutus" terhadap "Sang Caesar." Namun tidak ada yang menduga bahwa satu-satunya yang membuat Soeharto terpaksa mengambil sikap lengser keprabon adalah sebuah telepon dari seorang perempuan yang berada nun jauh di Amerika Serikat.
Dalam sebuah pertemuan di salah satu ruangan di Menara Imperium, Kuningan-Jakarta, pertengahan medio 2004, seorang profesor yang juga pengajar di salah satu perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat memaparkan sebab-sebab mengapa Soeharto akhirnya mengambil jalan lengser keprabon?
"Soeharto awalnya bersikeras untuk tidak mundur, apa pun yang terjadi. Hari Selasa, 20 Mei 1998, pukul 23.00 wib, sebuah telepon sambungan internasional dari Madelaine Albright yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berdering di Cendana. Suara dari Gedung Putih itu dengan tegas meminta Soeharto agar mundur. Soeharto sadar, tuntutan dari Gedung Putih itu tidak main-main. Nasib yang menimpa Jenderal Manuel Noriega, Presiden Panama, bukan mustahil terulang. Inilah yang akhirnya memaksa Soeharto untuk mundur," ujar sang profesor, Asal tahu saja, Madelaine Albright adalah salah satu tokoh Yahudi Gedung Putih.
Esoknya, salah satu hari yang terpenting dalam tonggak sejarah bangsa Indonesia terjadi. Soeharto mundur, BJ Habibie menggantikannya. Naiknya Habibie memecah kekuatan mahasiswa di Gedung DPR/MPR jadi dua; pro dan kontra. Yang pro terdiri dari elemen mahasiswa muslim. Yang ini langsung menarik diri dari daerah pendudukan Gedung DPR/ MPR setelah Soeharto turun karena agenda utama mereka telah terpenuhi. Sedang yang kontra tidak. Mereka menolak Habibie dan mengusulkan dibentuknya Dewan Presidium Rakyat dan mencalonkan tokoh-tokoh seperti Try Sutrisno dan Eddy Sudrajat untuk menggantikan Soeharto. Aksi demo tidak mereda, bahkan tambah menjadi-jadi. Hanya saja, kali ini yang berdemo adalah para mahasiswa yang basisnya berasal dari dua kampus kontra Habibie; Kampus Universitas Atmajaya yang Katolik dan Kampus Universitas Kristen Indonesia yang Protestan.
Hari Sabtu dini hari, 23 Mei 1998, aparat keamanan gabungan yang dipimpin langsung oleh Pangdam Jaya Mayjen (TNI) Sjafrie Syamsuddin mengepung Gedung DPR/MPR yang masih diduduki mahasiswa. Dengan paksa mahasiswa dikeluarkan dari gedung wakil rakyat itu dan dengan puluhan bus besar mereka dikembalikan ke kampusnya masing-masing. Aparat keamanan gabungan tersebut segera menyisir ruang demi ruang dalam gedung wakil rakyat yang porak-poranda. Saat itulah ironi gerakan reformasi terjadi. Di dalam kamar-kamar gedung itu, ditemukan banyak sekali kondom-kondom bekas. Ini fakta sejarah yang mencoreng gerakan reformasi dan dikerjakan oleh para massa mahasiswa dan mahasiswi yang anti Habibie.
Berita pengusiran massa-mahasiswa dari Gedung DPR/MPR menjadi topik hangat di akhir pekan itu. Sore harinya, 23 Mei 1998 menjelang senja hari, di lobi Hotel Sangri-la Jakarta, Jenderal Leonardus Benny Moerdani mengadakan pertemuan tertutup dengan sejumlah tokoh. Tampak orang-orang seperti Margot Cohen, Robert Lee, Matori Abdul Djalil, dan Rozy Munir." Mereka tengah mendiskusikan masa depan Indonesia pasca Habibie. Padahal, saat itu Habibie secara de jure maupun de facto sedang menjabat sebagai Presiden RI. Tak berlebihan kiranya jika pertemuan tersebut disebut pertemuan makar.
Margot Cohen adalah perempuan Yahudi yang bertugas sebagai kepala jaringan Mossad untuk Asia Tenggara. Untuk memperlancar tugasnya, Cohen menyamar sebagai wartawati majalah Far Eastern Economic Review (FEER) yang sering mondar-mandir Jakarta-Hongkong. Robert Lee adalah Duta Besar Singapura untuk Indonesia yang memiliki hubungan yang luas dengan konglomerat Cina perantauan (Chinese Overseas) dan jaringan Triad (mafia Cina). Mereka berlima sepakat akan membangun kekuatan politik antara kalangan "Islam" dengan "Nasionalis kiri." Menurut mereka, gabungan dua aliran itu akan menjadi suatu kekuatan besar yang bisa menentukan arah masa depan bangsa Indonesia. Pada tanggal 27 Mei 1998, hasil pertemuan tersebut disampaikan oleh Margot Cohen dan Matori kepada Gus Dur. Dari situlah lahir sebuah partai politik yang hingga kini masih eksis.' S osok Gus Dur sendiri memang dikenal sebagai sosok yang kontroversial.
Aktivitas Dubes Singapura yang intens menjalin kontak dengan sejumlah tokoh yang anti Habibie, merupakan suatu hal yang luar biasa. Sejarah di kemudian hari membuktikan, kerusuhan Mei 1998 yang diikuti dengan suksesi Indonesia 1998, lalu gelombang demo massa-mahasiswa yang kemudian berbuntut pada pemberhentian BJ Habibie sebagai presiden, dan digelar Pemilu 1999 yang menaikkan Gus Dur sebagai presiden dengan Megawati Soekarnoputeri sebagai wakilnya. Di masa inilah, juga di saat Gus Dur disalip Megawati hingga harus meninggalkan Istana Merdeka untuk mudik ke Ciganjur, Indonesia berada di dalam periode salah urus.
Krisis bukannya diobati tapi korupsi malah makin menjadi. Di tengah masyarakat beredar guyonan, "Di zaman Soeharto korupsi dilakukan di bawah meja, di zaman Gus Dur dilakukan di atas meja. Nah, di zaman Megawati meja-mejanya juga dikorup!" Dalam dua tahun masa kepemimpinan Megawati, banyak BUMN digadaikan, aset-aset nasional dijual ke luar negeri, utang para konglomerat perampok diputihkan, dan sebagainya. Untunglah hanya dua tahun dia memerintah. Setidaknya listrik dan air yang dimiliki bangsa ini belum sempat digadaikan ke pihak asing.
(Rizki Ridyasmara, "Singapura Basis Israel Asia Tenggara", Khalifa, Jakarta, 2005)

2 komentar:

Unknown mengatakan...

ada yang menarik disini, disatu sisi penulis memaparkan bahwa ada pertemuan yang menginikasikan makar yg dilakukan oleh Benny cs. Benny Moerdani, pribadi yang menarik. merupakan penasihat militer era Soeharto, beliau lah yang mendesign sistem pertahanan dn intelijen yg sangan apik yang hampir tidak mungkin ditembus. jadi merupakan pertanyaan besar apakah beliau ini memposisikan diri sebagai pembelot atau tetap setia pada NKRI. Karena mungkn tidak banyak yg tahun kalau pertahanan kita rapuh dan sangat gampang sekali disusupi intelijen2 asing maupun teroris setelah Benny meninggal dunia. walahualam

Unknown mengatakan...

ada yang menarik disini, disatu sisi penulis memaparkan bahwa ada pertemuan yang menginikasikan makar yg dilakukan oleh Benny cs. Benny Moerdani, pribadi yang menarik. merupakan penasihat militer era Soeharto, beliau lah yang mendesign sistem pertahanan dn intelijen yg sangan apik yang hampir tidak mungkin ditembus. jadi merupakan pertanyaan besar apakah beliau ini memposisikan diri sebagai pembelot atau tetap setia pada NKRI. Karena mungkn tidak banyak yg tahun kalau pertahanan kita rapuh dan sangat gampang sekali disusupi intelijen2 asing maupun teroris setelah Benny meninggal dunia. walahualam