Semoga melalui media digital personal website yang sangat sederhana ini, tali silaturahmi dan pertemanan yang terputus dapat tersambung kembali dan mengakrabkan kita, sebab hidup dgn ilmu akan lebih mudah, hidup dgn seni akan lebih indah & hidup dgn iman pasti akan terarah.

Masukan yang bersifat membangun dapat dikirimkan melalui email : bagyoesx@gmail.com atau bagyo_27061965@yahoo.co.id atau SMS/Kontak HP 08159552196

02 Oktober 2007

Propaganda Yahudi Melalui Media

Oleh: Aspiannor Masrie, Dosen Studi llmu Hubungan Internasional Unhas

Pada berbagai media Amerika, kita akan sangat mudah menemukan gambaran seorang Arab berpakaian tradisional yang dilengkapi senjata AK-47 di tangannya, bertuliskan "terorisme". Tapi, kita tidak akan menemukan stereotipe itu dilontarkan terhadap orang Yahudi. Walau hampir setiap hari kita membaca dan menyaksikan tentang pembantaian sadis terhadap rakyat Palestine yang dilakukan oleh para serdadu Israel. Seorang kartunis terkenal Amerika, Robert Englehard, dari Journal Herald, mengatakan, "Saya dapat menggambarkan seorang Arab sebagai pembunuh, pembohong dan pencuri—tidak seorangpun keberatan—tapi saya tidak dapat menggunakan stereotipe tersebut, terhadap orang Yahudi."
Dalam teori komunikasi, terdapat istilah yang sangat populer, "Siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menguasai dunia." Sumber kekuatan baru bagi masyarakat sekarang, bukan pada uang dari segelintir orang, melainkan informasi di tangan banyak orang. Dengan penguasaan informasi, orang dapat melakukan apa saja untuk membungkam lawan.
Di samping itu, Yahudi-Amerika terilhami oleh Ideologi Zionis, yang tercantum dalam Protokol Zionisme XII, "Pers adalah kekuatan yang amat berpengaruh.... Kita harus merebut, tanpa kecuali. Jika kita buka lebar-lebar kesempatan media massa untuk menyuarakan, maksudnya tanpa pengawasan ketat dari kita, maka tak ada gunanya sedikit pun strategi yang telah kita sepakati bersama," (Romli, 2000). Menyadari hal tersebut, Yahudi-Amerika dengan segala kemampuan yang dimilikinya telah berhasil menguasai hampir seluruh media cetak dan media elektronik terkemuka yang ada di Amerika. Sebut saja surat kabar The New York Times, milik Adolph S. Ochs; The New York Post dan Daily telegraph yang dimiliki Peter Kalikow; The Village Voice, milik Leonard Stem; The Washington Post dan Sun Times, milik William Hersett yang beristrikan seorang Yahudi, Mariso Devis. Pada majalah, kita mengenal Times, Newsweek dan US News and World Report yang terhimpun dalam Warner Copperation, dimiliki oleh Steven J Boss. Mereka semua keturunan Yahudi yang mempunyai modal besar di bidang media.
Di media elektronik, stasiun TV ABC, dimiliki Leonard Gondelson; CBS, milik Laurene Tisch dan NBC, milik Robert Samoff, serta stasiun TV CNN, yang mempunyai jaringan hampir di seluruh dunia dimiliki oleh seorang Yahudi pula yang bernama Ted Turner. Demikian pula dengan kantor berita Reuters yang dimiliki Paul Reuters. Dengan pengua­saan media tersebut sangat mudah bagi para Yahudi untuk memutarbalikkan fakta dalam rangka mendukung kepentingan Israel, dengan cara mengubah opini masyarakat dunia, khususnya masyarakat Amerika tentang pencitraan positif Israel dan pemburukan citra Arab.
Keberpihakan media massa Amerika dapat dilihat dari kasus wartawan Richard Broderick, pengasuh kolom Media watch. la melaporkan pengeboman yang dilakukan oleh serdadu Israel. Ledakan itu menghancurkan sayap bangunan Rumah Sakit Gazza di Beirut dan menewaskan ratusan masyarakat sipil yang tidak bersalah. Namun, ironisnya berita tersebut tidak pemah disiarkan oleh jaringan televisi ABC, CBS, dan NEC di Amerika. Demikian pula pada kasus pembantaian di kamp pengungsi di Sabra dan Shatila oleh serdadu Israel, yang telah menewaskan ribuan rakyat sipil Palestine. Namun, media Amerika tidak memberikan ruang yang cukup terhadap kasus tersebut. Malah sebaliknya, pada surat kabar Minneapolis Star and Tribun, di halaman depannya telah menampilkan foto seorang ibu Israel sedang menangisi kematian anak laki-lakinya.
Distorsi lainnya, dapat dilihat dari pemakaian istilah halus yang sering digunakan oleh media Amerika. Ketika pasukan Israel melakukan intervensi ke Lebanon Selatan, Jalur Gazza, dan wilayah Palestina lainnya, media massa Amerika menggunakan istilah incursion (serangan) bukan invasion (serbuan). Hal ini jelas sekali, adanya usaha pemutarbalikan fakta yang dilakukan me­dia Amerika.
Selain menggunakan media yang pro terhadap Israel, para Yahudi-Amerika melalui Lobi Yahudi (AIPAC), mela­kukan intimidasi terhadap media dan para wartawan yang berseberangan dengan kepentingan Israel. Kasus wartawan Horold R Piety, misalnya. Dengan menyembunyikan identitasnya Piety menulis tentang "Zionisme and Pers America" di Middle East International, Dalam tulisannya, ia mengecam "ketidak-tepatan, distorsi—dan mungkin terjelek dalam sejarah media Amerika—dimana telah dilenyapkannya berita-berita penting dan latar belakang konflik Arab-Israel oleh media Amerika." Namun, ketika ia menulis tentang ulang tahun pembunuhan massal yang dilakukan oleh teroris Yahudi di bawah pimpinan Manachem Begin, yang telah mene­waskan lebih dari 200 rakyat Palestina, ia diintimidasi dan tidak akan bisa dipromosikan menjadi editor. Akhirnya Piety memilih mundur. Strategi lain yang digunakan para pelobi Yahudi adalah dengan memasukkan ke dalam daftar hitam (black List), terhadap mereka yang tak sejalan dengan kepentingan Israel. Yang termasuk dalam Black List AIPAC—American Israel Public Affairs Committee (Komisi Masalah-Masalah Umum Amerika-lsrael), seperti: Chomsky, Walid Woody Alen, Anthony Lewis, dan Paner Jennings. Mereka ini dianggap telah lantang menyuarakan masalah Timur Tengah dan merugikan kepentingan Israel. Untuk itu para pelobi Yahudi mela­kukan kampanye meng-counter pendapat dan berita miring yang ditujukan pada Israel. Tujuannya untuk menjelaskan pada masyarakat dunia, khususnya masyarakat Amerika, bahwa Bangsa Israel merupakan bangsa ramah, santun, demokratis dan bukan kaum militeralis yang haus darah.
Ironis, sebuah negara yang menyatakan paling demokratis dengan menjunjung tinggi nilai budaya demokrasi serta memberikan kebebasan dalam bersuara, namun dalam praktiknya telah berlaku diskriminatif terhadap pemberitaan, dengan cara membungkam berita sebenamya. Ketika orang berbicara jujur tentang Timur Tengah, mereka harus berhadapan dengan tekanan keras dari para pe­lobi Yahudi yang siap menghancurkan apa saja yang mereka miliki.
(Sabili, 15 Juni 2005)

Tidak ada komentar: