Semoga melalui media digital personal website yang sangat sederhana ini, tali silaturahmi dan pertemanan yang terputus dapat tersambung kembali dan mengakrabkan kita, sebab hidup dgn ilmu akan lebih mudah, hidup dgn seni akan lebih indah & hidup dgn iman pasti akan terarah.

Masukan yang bersifat membangun dapat dikirimkan melalui email : bagyoesx@gmail.com atau bagyo_27061965@yahoo.co.id atau SMS/Kontak HP 08159552196

01 Oktober 2007

Jejak Hitam Zionisme


Tahun 1897 di Basel, konggres para rabbi Yahudi sepakat membentuk negara Israel di Palestina, Tahun 1948, mereka memproklamasikan berdirinya negara Israel Raya di Yerusalam.

Zionisme adalah gerakan nyata. Bukan fiktif, tapi fakta. la adalah gerakan yang bertujuan untuk membentuk kembali negara Yahudi di negeri Palestina. Gerakan ini muncul pertama kali pada abad ke-5 dan mengklaim Palestina sebagai tanah aimya. Karena itulah, mereka menganjurkan orang-orang Yahudi yang tersebar di pelosok dunia untuk kembali ke Palestina.
Akar Zionis sudah tegak sejak lama. Istilah Zionis dipakai pertama kali oleh Matthias Acher (1864-1937), seorang perintis kebudayaan Yahudi. Gerakan ini diorganisir oleh tokoh-tokoh Yahudi terkenal seperti Dr Theodor Herzl dan Dr Chaim Weizmann. Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak tahun 1882 di Wina. la pula yang mengonkretkan doktrin tersebut secara sistematis. Zionis terus bergerak memperjuangkan tujuan politiknya. Tahun 1897, digelarlah konggres Yahudi sedunia di Basel. Salah satu hasil pertemuan itu adalah mereka sepakat membentuk negara Yahudi di tanah rakyat Palestina. Se­jak saat itu, paham Zionis menjadi gerakan politik kaum Yahudi.
Kaum Yahudi punya sejarah panjang. Terbentuknya gerakan Zionis ini tidak bisa lepas dari sejarah perjalanan Israel dan Palestina, dua ribu tahun sebelum masehi, saat Palestina dipimpin Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud dan Sulaiman.
"Tanah yang dijanjikan" menjadi awal mula cerita pan­jang Yahudi. Pada mulanya mereka mendiami tanah tersebut, yakni Kana'an (Palestina sekarang). Kondisi alam yang tidak memungkinkan menyebabkan mereka meninggalkan Tanah Kana'an dan mengembara ke seluruh penjuru dunia.
Saat itu Mesir menjadi negara idaman semua orang. Sebagian dari mereka akhirnya mengembara ke Mesir. Karena populasi orang Israel makin meningkat, lama-lama masyarakat Mesir tidak menyukainya.
Untuk menghambat pertambahan jumlah orang Yahudi di Mesir, pemerintah Mesir saat itu membunuhi anak-anak Yahudi. Selanjutnya, Nabi Musa membawa mereka kembali ke Kana'an.
Ujian berat belum akan berakhir. Di tempat baru, me­reka kembali mengalami penindasan oleh bangsa yang merampas daerah itu. Dalam penyerbuan Nebukadnezar (586 SM), mereka ditahan dan dijadikan budak. Sesudah itu Dinasti Rolemeus dari Masedonia menguasai Israel.
Tahun 164 SM, Yudas Makabe berhasil membebaskan Yerusalem, tapi tahun 63 SM kerajaan Romawi di bawah Pompeius kembali menguasai Palestina dan orang Yahudi kembali ditindas. Beberapa kali mereka memberontak. Sekitar tahun 70 Masehi, pasukan Romawi pimpinan Titus, jenderal yang kemudian menjadi kaisar menyerbu Palestina, menghancurkan Yerusalem dan menyebabkan ribuan or­ang Yahudi terbunuh.
Roda terus berputar dan kehidupan terus berjalan. Mereka yang berhasil menyelamatkan diri dari amukan tentara Romawi mengembara ke Timur Tengah dan Eropa. Di tempat baru itu, mereka menetap, beranak-pinak dan membentuk komunitas Ya­hudi.
Selama ratusan tahun, Is­rael berada di kungkungan Romawi. Beberapa kaisar bahkan melarang orang Yahudi masuk Yerusalem. Sekitar tahun 700, bangsa Arab berhasil menguasai Palestina, beberapa tempat suci seperti Masjidil Aqsha dirawat dan dijaga oleh kaum Muslimin.
Orang-orang Yahudi yang tinggal di sekitar Palestina, mendapat perlindungan penuh penguasa. Sejak masa kekuasaan Bani Umayyah, Bani Abbas dan Sultan Mohammad yang menaklukkan Konstantinopel (Kekaisaran Bizantium), sampai zaman Khalifah Abdul Hamid, mereka dijamin melaksanakan ibadahnya.
Dari hari ke hari, jumlah orang Yahudi makin meningkat. Orang-orang Yahudi yang berada di negara lain seperti di Rusia, Jerman, Hungaria, Francis, Italia, Inggris dan Amerika Latin, semakin bertambah jumlahnya, hingga jutaan orang. Mereka selalu mempertahankan identitas Yahudinya dan tetap beranggapan bahwa Palestina adalah tanah aimya.

Kaum Yahudi di berbagai negara umumnya tidak disukai warga setempat karena mere­ka sering sebagai lintah darat, pengacau ekonomi, kikir dan sebagainya. Keadaan inilah yang menyebabkan mereka mencari upaya agar dapat kembali ke Palestina.
Yahudi terus melakukan jalur diplomasi. Pada tahun 1902, Herzl dan Weizmann mendekati Sultan Turki Abdul Hamid II yang waktu itu menguasai Palestina, meminta agar orang-orang Yahudi boleh kembali ke Palestina. Namun permintaan itu ditolak Sultan karena ia tidak mau mencelakakan bangsa Arab di Palestina.
Kerja sama antara Inggris dan Rothschild menghasilkan sebuah perjanjian yang ditandatangani Menteri Luar Negeri Inggris JA Balfour. Perjanjian tersebut kemudian dikenal dengan nama Deklarasi Bal­four (1917). Yahudi sepakat membantu Sekutu (Inggris) mengusir Turki dan Jerman dari bumi Palestina.
Waktu pun terus berjalan. Tahun 1918 Palestina diduduki sekutu. Setelah itu, terjadilah perpindahan besar-besaran orang Yahudi dari negara-negara lain ke Palestina. Arus migrasi ini tidak bisa dihalang-halangi oleh Inggris karena Inggris terikat Deklarasi Balfour yang memberi angin segar bagi terbentuknya negara Yahudi. Di sisi lain, masyarakat Palestina memrotes keras Perjanjian Balfour dan arus kedatangan orang-orang Yahu­di. Inggris beranggapan, or­ang-orang Yahudi yang datang ke Palestina adalah orang-or­ang Arab Palestina yang sudah menetap di sana dan tidak akan menimbulkan pertentangan. Namun perkiraan itu meleset. Pertentangan kedua pihak tidak bisa diselesaikan oleh Inggris. Karena tak sanggup, akhirnya Inggris menyerahkan kasus ini ke PBB.
Karena status Yerusalem sebagai kota suci Islam, Kristen dan Yahudi, tahun 1947, Majelis Umum PBB mengusulkan agar Yerusalem dan daerah sekitarnya ditempatkan di bawah suatu pemerintahan internasional yang akan memerintah atas nama PBB. Namun usul tersebut ditolak Palestine dan Zionis. Tiba-tiba secara sepihak, tanggal 14 Mei 1948, kaum Yahudi memproklamasikan berdirinya negara Israel dengan mencaplok sebagian daerah Palestina. Tindakan ini lantas mendapat kecaman keras dunia, terutama negara-negara Arab. Na­mun negara Israel terus saja berdiri karena mendapat dukungan dari Amerika dan Inggris.
Merasa mendapat dukungan dari negara-negara kuat, tahun 1990-an arus pengungsian kaum Yahudi ke Pales­tina, makin meningkat. Kebanyakan dari mereka berasal dari Uni Soviet dan Ethiopia (Yahudi Hitam).
Gerakan Zionis tak dapat dibendung, juga masuk ke In­donesia. Masuknya Yahudi ke Indonesia terjadi di zaman Belanda. Kondisi bangsa Indo­nesia yang terjajah, membuat mereka lebih leluasa menyebarkan pahamnya.
Pada mulanya, gerakan Zionis di Indonesia masuk melalui penguasaan media massa atau setidak-tidaknya melakukan penyusupan agen-agennya ke dalam sebuah perusahaan penerbitan.
Untuk menampung kepentingan Yahudi yang berkewarganegaraan Belanda, Zionis-Yahudi mendirikan loge, organisasi dengan latar belakang reliji, seperti Theosofist Vereniging (TV) dan Vrijmetselarij (VM).
Melalui perhimpunan ini, mereka coba menggarap ka­um intelektual Indonesia yang saat itu masih sangat langka dengan cara memberikan bea siswa atau fasilitas lainnya. Salah satu ajaran Theosofi yang utama adalah menganggap semua agama sama.
Dalam perkembangannya, VM dan TV dengan lihai masuk ke dalam organisasi In­donesia. Fenomena ini terus berjalan, hingga era kemerdekaan. Tingkat gerakannya lebih halus dengan berlindung di balik organisasi sosial swasta internasional yang membuka cabangnya di Indonesia. Dalam literatur dan buku-buku tentang Zionis, tercatat nama-nama seperti Rotary Club dan Lions Club sebagai contoh organisasi sosial internasionai itu, meskipun, tentu saja, tidak secara terang-terangan mengaku sebagai bagian dari gerakan Zionis.
Tapi ada juga yang terang-terangan, seperti Vrijselaren-loge, Moral reaermament, Movement atau Aden Mystical Organization of Raven Cruis­ers. Lebih mencolok ketika orang-orang Zionis di Indonesia mendirikan Zionis Bond 1954.
Karena melihat penjajahan tak langsung inilah kemudian Presiden Soekarno menerbitkan Penpres No 2 / 1962 yang melarang semua organisasi yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Terkena dalam Penpres tersebut adalah Ro­tary Club. Namun itu tidak bertahan lama. Setelah Soekarno lengser, secara diam-diam kaum Yahudi terus bergerak dan menjalankan "misi"-nya di Indonesia. Mereka membangun komunitas kekeluargaan yang sangat kuat di antara orang Yahudi.
Tahun 1992, secara berturut-turut Yahudi dari Belanda, Baghdad dan Aden, tinggal di Indonesia. Sebenarnya pada tahun 1920, di Indonesia terdapat banyak orang Yahudi yang membentuk sebuah komu­nitas sendiri di Jakarta. Tahun 1930, saat meningkatnya gera­kan Nazi, banyak orang Yahudi lari ke Indonesia.
Di masa pendudukan Jepang, ruang gerak Yahudi keturunan Belanda tertindas karena pemerintahan kolonial Jepang membatasi ruang gerak mereka. Saat gerakan anti-Yahudi meningkat, beberapa keluarga Yahudi yang kebanyakan keturunan Irak, menetap di Surabaya. Kemu­dian mereka mendirikan Sinagog kecil. Hingga kini, Sinagog tersebut masih berdiri tegak dan dipakai untuk kegiatan keagamaan mereka . Di Ja­karta, keluarga Yahudi seba­gian ada yang tinggal dan mempunyai keturunan hingga saat ini."

Rival Hutapea, dari berbagai sumber (Sabili, 15 Juni 2005)

Tidak ada komentar: