Semoga melalui media digital personal website yang sangat sederhana ini, tali silaturahmi dan pertemanan yang terputus dapat tersambung kembali dan mengakrabkan kita, sebab hidup dgn ilmu akan lebih mudah, hidup dgn seni akan lebih indah & hidup dgn iman pasti akan terarah.

Masukan yang bersifat membangun dapat dikirimkan melalui email : bagyoesx@gmail.com atau bagyo_27061965@yahoo.co.id atau SMS/Kontak HP 08159552196

02 Oktober 2007

Ada misi Zionis di Indonesia

Oleh : Drs Djoko Susilo, MA Pengamat Zionisme

GERAKAN ZiONIS tak akan pernah padam. Dari dulu, umat Islam terus dirusak oleh program-program yang diusung kelompok Yahudi ini. Mereka bergerak lewat berbagai cara. Termasuk lewat invasi pemikiran dengan mengusung ide-ide sekulerisasi-liberal, dan menguasai sektor bisnis dan perekonomian. Gerakan ini semakin berani dan terang-terangan, namun kesadaran umat dan tokoh-tokoh Islam akan bahaya Zionisme di Indonesia masih rendah. Bagaimana kekuatan dan pola gerakan Zionisme di dunia, khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim? Berikut pandangan Djoko Susilo, anggota Komisi I DPR Rl yang juga pengamat Zio­nisme, dalam sebuah diskusi di SABILI, yang kemudian dilanjutkan wawancara Artawijaya dan Mescudya AM di gedung DPR-RI, Jumat (27/05).

Bagaimana Anda melihat peta gerakan Zionisme di Indonesia ?
Sebagai suatu organisasi resmi, zionisme di Indonesia tidak ada dan itu harus kita akui. Saya lebih khawatir kepada gerakan yang bentuknya Ghazwul Fikri (invasi pe­mikiran, red). Berbeda dengan di AS yang memiliki banyak sekali cabang Zionisme. Ada American Jewish Lobby, World Zionis Congres. Walaupun di Indonesia formalnya tidak ada, tapi misinya ada. Saya baru pulang dari New York, Chicago dan beberapa wilayah lainnya. Saya mereview banyak tempat di AS, dan ternyata gerakan Zionisme bukannya kendor, tapi ternyata kekuatan lobi Yahudi semakin menjadi-jadi, terutama sekali di bawah koalisi Kristen Fundamentals AS, yang notabene di bawah kendali Bush. Kita lihat misalnya, di majalah Business Week edisi terbaru (pertengahan Mei, red) kemarin yang laporan utamanya tentang Evangelical America. Di situ dijelaskan soal funding dan dukungan bagi gerakan mereka. Kemudian ketika saya di sana, banyak sekali kaitannya tentang fundamental Kristen dengan lobi-lobi Yahudi. Jadi, ini menggambarkan bagaimana kekuatan politik kelompok ini (Evangelis, red) dan kaitannya dengan kelompok-kelompok Zionis, sangat kuat. Saya khawatir dalam proses yang panjang di Indonesia ini, akan ada semacam cuci otak.

Mengapa kalangan Evangelis (Penginjil) begitu kuat menjalin kerja sama dengan Zionis ?
Kalau kita lihat kenapa George Bush yang Evangelis ini mempunyai hubungan dengan zionisme, karena mereka percaya bahwa hadirnya Yesus Kristus itu, hanya dimungkinkan kalau orang-orang Israel berkumpul di Palestina. Karena itu, mereka berkepentingan mengembalikan orang Yahudi ke Palestina untuk memancing datangnya kebangkitan Yesus. Karena itu, bermuaralah kepentingan kelompok Evangelis dan kelompok Yahudi Zionis dengan segala implikasinya. Sehingga, kemudian implikasinya ke kita yang terjadi seperti dewasa ini, maka kita bisa melihatnya sebagai suatu skenario mereka. Zionis itu, banyak macamnya, ada Ortodok Zionis, ada Sosialis Zionis. Sejak Kongres di Bassel tahun 1896 sampai sekarang, taktik mereka tidak pernah bergeser. Mereka selalu bergerak dan memengaruhi kalangan elit penguasa, center of power.

Di Indonesia wujud resmi gerakan Zionisme sulit dilacak?
Memang sulit dilacak. Literaturnya juga jarang. Di Surabaya memang ada komunitas kecil Yahudi, dan mereka memiliki sinagog yang hingga kini masih ada. Ada buku Tarekat Ma­son, ini sejarah Freemasonry di Indonesia. Anda sekarang tidak akan dapat buku ini di Indone­sia. Saya dapatkan buku ini pada pameran buku tahun lalu. Buku ini cuma dicetak 5000 eksemplar dan kemudian diborong oleh orang-orang tertentu, yang akhirnya tidak beredar di Indonesia. Pada waktu saya beli, mungkin buku ini hanya tinggal 10 biji. Di sini diungkap, kenapa cuma sampai tahun 1962 upaya gerakan Free­masonry di sini. Karena ketika tahun ini, Presiden Soekarno melarang beredarnya Freemasonry di Indonesia. Mereka masuk pada tahun 1764. Dan pada tahun 1962 segala hal yang berhubungan dengan ini, dilarang. Freemasonry memang berkaitan dengan Zionisme. Seka­rang, memang Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, tapi diam-diam menjalin hubungan Pariwisata. Buktinya iklan-iklan paket ibadah umrah, menyelenggarakan perjalanan wisata ke Masjidil Aqsha. Padahal, uang yang masuk dari perjalanan wisata itu jatuh ke tangan Yahudi. Anda tahu, sekarang segala industri, termasuk pariwisata dikuasai oleh mereka. Saya ingin sampaikan di sini, bahwa memang usaha-usaha untuk menembus Indonesia itu ada. Mereka diam-diam ikut masuk ke negara kita lewat berbagai cara, terutama lewat berbagai pemikiran.

Ghazwul Fikri terkait skenario mereka ?
Saya katakan bahwa melihat Zionisme secara organisasi resmi, maka sulit dilacak di Indonesia. Tapi, ada elemen-elemennya yang secara tidak langsung mendukung itu. Bahkan sekarang ini, ada usaha untuk mengamandemen UU No. 1 tahun 1974 (tentang perkawinan, red) yang sekarang sudah masuk ke DPR. Misalnya, ada teman-teman yang ingin mengkriminalkan tentang bolehnya poligami. Saya kira ada kaitannya dengan itu. Saya melihat bahwa pertarungan ide terjadi bukan hanya sekarang. Misalnya sekarang ada Ulil Abshar dan kawan-kawan, sebenarnya itu dari dulu juga sudah ada. Dan ternyata yang kita pelajari dari buku Freemasonry, yang berbahaya itu adalah dari segi pemikiran dan pendidikan.

Seberapa kuat gerakan Zionis di belakang liberalisasi pemikiran ?
Kalau Anda lihat, suksesnya Kemal Attaturk karena terjadinya proses sekulerisasi yang dahsyat di sana. Di negara-negara Timur Tengah elitnya juga banyak yang sekuler. Jadi memang pintunya lewat sekulerisasi. Di Indo­nesia, orang sudah tidak menganggap sekulerisasi sebagai hal yang dahsyat. Padahal sekulerisasi di sini, sudah sangat mengkhawatirkan dibanding sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Buku-buku Bernard Lewis ada­lah buku yang sebenarnya pro terhadap Zionis.
Buku tentang The Crisis of Islam, itu parah. Anaknya, Michael Lewis, adalah kepala unit rahasia AIPAC, sebuah organisasi lobi Yahudi di Amerika yang sangat berpengaruh. Jadi, kalau Anda belajar pada orang Yahudi, ya berpikir kayak Yahudi juga.

Selain lewat gerakan pemikiran?
Mereka menguasai media : televisi, koran, radio dan sebagainya. Kalau dulu tidak ada media, mereka menguasai para intelektual. Bahkan pada zaman Nabi saw banyak penyair-penyair Yahudi yang hebat. Sekarang ini yang terkait dengan penguasaan publik adalah wartawan, produksi film dan radio. Saya memiliki catatan kronologis bagaimana mereka mendirikan Hollywood. Sekarang bisa dibilang, 70 persen industri film itu dari Holly­wood. 10 persen dari Hongkong, 10 persen dari India, dan sisanya dari negara-negara lain. Sebagai contoh, saat tayangan dangdut Digoda di Trans TV beberapa waktu lalu, ada lagu Havanadila, lagu perjuangan rakyat Israel yang didendangkan. Mungkin produsernya tidak tahu, tapi saya tahu karena punya kasetnya. Setelah saya bilang ke salah seorang direksinya, mereka pucat karena tidak tahu.

Apakah ada Zionis di beiakang JIL ?
(Djoko Susilo diam sejenak, red). Saya jawab jujur, saya belum yakin kalau teman-teman di JIL adalah bagian dari Zionis. Tapi kalau westernisasi, iya. Tidak sama Zionisme dengan westernisasi. JIL, mungkin termasuk think tank untuk mempropagandakan Islam yang lain versi Barat, itu iya. Untuk kepentingan pemerintah Amerika, ada. Kenyataannya adalah mereka banyak mendapat dukungan dari lembaga-lembaga Amerika.

Seberapa kuat lobi politik Zionis di Indonesia ?
Harus kita akui, suka atau tidak suka, elit politik di Indonesia pada dasamya sekuler. Ini sebenarnya hasil penjajahan Belanda. Bebe­rapa kalangan juga sudah westernized atau American Minded. Saya kira wajar kalau lobi Yahudi kuat. Sekuler ini dalam artian pemikiran dan politik.

Zionis juga merambah ke sektor perekonomian dan bisnis di Indonesia?
Mengenai lambang PT Indosat, orang-orang kan mempunyai persepsi dan sensitivitas yang berbeda. Ada yang bilang, itu hanya formalitas dan apa arti sebuah lambang. Percuma kalau lambangnya diganti, tapi isinya orang-orang Zionis. Mereka memang merambah ke sektor itu, terutama dunia entertainment.

Kepedulian umat Islam terhadap isu Zionisms masih rendah?
Kita sendiri menyayangkan kesadaran dan kewaspadaan umat dan tokoh Islam masih rendah terhadap soal ini. Saya kira, kita harus mencermati soal ini. Kalau anggota DPR yang 550 orang disurvei, saya tidak yakin kalau misalnya 50 persen mendukung Palestina. Ini belum tentu. Politisi kita juga masih pragmatis. Untuk apa bela Palestina, wong tidak ada yang coblos saya, saya tidak dapat apa-apa. Yang meneliti soal ini, juga masih jarang. Orang tahu penjajahan di Palestina, tapi tidak paham substansinya apa.

Mereka semakin bersatu, sedang kita terus terpecah-pecah ?
Saya melihat umat Islam tidak mempunyai agenda yang jelas. Lebih mementingkan kelompok masing-masing. Antara PKS dengan PAN masih jalan masing-masing. Apalagi dengan PPP, PBB dan PKB, lebih jauh lagi.

Kristen Fundamentalis dan Zionis bekerjasama merusak Islam?
Anda mungkin sempat nonton film The King­dom of Heaven, suatu hal yang sangat jarang mereka buat, yang menggambarkan bagaimana umat Islam itu dipotretkan secara positif. Dan ternyata di AS film itu diprotes, karena hal ini dianggap bisa mengembangkan Usamah bin Ladin. Potret ini memang bertentangan dengan stereotip yang sudah dikembangkan kelompok Kristen fundamentalis di sana dan kelompok Yahudi ekstrem atau Zionis. Mereka terus membuat citra yang sangat negatif tentang Islam.

Sejauhmana citra negatif tentang Islam yang dibentuk oleh mereka yang dapat mempengaruhi opini masyarakat dunia?
Saya sempat berdebat dengan supir Taksi perempuan di Las Vegas soal citra Islam. Dari perdebatan Itu, terlihat bagaimana sampai or­ang di sana sudah terkontaminasi dengan ideologi neo-konservatif yang mengatakan bahwa Islam itu teroris, Islam itu pembunuh, yang diperkuat dengan imej televisi, film dan sebagainya. Ketika saya di sana pada tahun 1990-an, televisi cukup liberal dan cukup fair. Sekarang tambah gawat lagi. Misalnya, CNN yang sejak dulu, Anda saja sudah kecewa dengan pemberitaannya, sekarang ada yang lebih gawat lagi dari CNN, namanya Fox News Channel yang menilai Islam sangat negatif. Di belakang itu (Fox News, red) ada Rupert Murdoch yang juga punya Fox Century, audio film terbesar ini membawa nilai-nilai konservatif. Nilai-nilai konservatif di AS sama dengan Evangelis tadi, dan juga konsen untuk Yahudi. Lagi, ketemunya Yahudi dengan Kristen Fundamentalis hanya untuk memancing kebangkitan Yesus.

Soal UU Penyiaran?
Waktu saya merumuskan UU Penyiaran, saya kontak teman-teman di Muhammadiyah. Tidak ada satupun delegasi Muhammadiyah yang mendukung kita. Demikian juga MUI, tenang-tenang saja. Ini menurut saya mesti kita perhatikan. Saya termasuk yang mengatakan bahwa radio dan televisi asing tidak boleh menumpang dengan jalur frekuensi Indo­nesia, itu bukan tidak disengaja bahwa sekarang VOA menambah jumlah pegawai, menambah jumlah stasiun. Bahkan mungkin sekarang ini jumlah pegawai di VOA sudah hampir 40-50 orang. Wajah-wajah yang semula kita kenal di RCTI, sebentar lagi juga akan muncul di sana. Pokoknya wajah-wajah yang kita kenal saat ini di TV Indonesia, sebentar lagi akan mun­cul sebagai wajah VOA. Mana dari kalangan umat Islam yang mempunyai kepedulian terhadap Radio Republik Indonesia, dimana pekan depan kita akan memutuskan direksi RRI yang akan menentukan RRI selama lima tahun ke depan. Ada Koran yang mengaku Koran Islam tapi, tidak jelas, masih koran Is­lam atau bukan.

Mereka menguasai media masa dunia ?
Di Jakarta Post kemarin ada artikel yang berjudul "RI Has Interests in Opening Ties With Israer. Penulisnya orang Israel. Artikel itu jelas, menurut saya, sengaja untuk memengaruhi kalangan politik elit dan para diplomat di Indo­nesia. Saya melihat ada upaya kuat untuk menjalin hubungan diplomatik. Artinya, argumentasi yang saya baca di situ adalah bahwa negara-negara timur seperti Maroko, Tunis, Yordan, Mesir dan lain-lain saja sudah membina hubungan diplomatik dengan Israel. Lalu kenapa Indonesia tidak? Apa kepentingan Indonesia sehingga tidak mau membina hubu­ngan dengan Israel?

Membuka hubungan diplomasi gagal, tapi mereka tetap giat mempengaruhi Indonesia ?
Indonesia termasuk sasaran penting untuk digarap. Saya ingatkan, pada tahun 1990-an, ketika saya di AS, kru Voice of America (VOA) kira-kira hanya mungkin 10 atau 11 orang saja. Bahkan VOA Indonesia Section pernah dipertimbangkan mau ditutup. Sekarang Anda tahu, bulan ini Norman G (Direktur VOA-red) membuka stasiun atau cabang di Indonesia dan diekspos dengan iklan tiap hari di beberapa media cetak dan televisi. Jadi bukannya diperkecil malah diperbesar. Mereka, bahkan bisa siaran televisi langsung berkerjasama dengan Metro-TV (dan stasiun televisi lainnya, red).

Target itu berhasil ?
Saya pas kebetulan di Amerika, beli majalah US News and World Resport. Majalah itu satu majalah mingguan selain Newsweek dan TIME yang dikuasai taipan Yahudi konservatif, Mortimer B. Zuckemnan. Di situ disebutkan propaganda di negara-negara Islam, dan ternyata Indonesia salah satu yang paling berhasil. Buktinya adalah tsunami di Aceh kemarin cukup berhasil untuk memoles citra AS sebagai penolong. Menurut survei, kalau sebelum tsu­nami orang yang anti AS di Indonesia, baik yang Muslim maupun non-Muslim, mencapai tingkat hampir 80 persen, sekarang turun di bawah 50 persen, dan tentu tingkat kritikal itu sangat tajam. Oleh karena itu, USAID (lembaga donor AS, red) cukup gencar masuk ke Indonesia.

Mengapa kita harus ekstra waspada terhadap gerakan Zionisme ?
Sebenarnya kalau mereka baik-baik saja, maka tidak akan ada permusuhan. Seperti kisah Nabi Muhammad pada Bani Qainuqa dan Bani Nadhir. Orang Yahudi itu ditindak karena melakukan pengkhianatan dan itu membahayakan masyarakat Islam. Di sini, kita catat bahwa seperti ditunjukkan dalam film Kingdom of Heaven, bahwa umat Islam itu sangat toleran. Bahkan ketika saya membaca buku Develop­ment and Freedom, juga membahas tentang toleransi. Orang Yahudi dan orang Kristen aman saat di Andalusia, waktu Islam berkuasa. Tapi kemudian ketika Katolik berkuasa, orang Kristen yang bukan Katolik juga dikejar-kejar. Demikian juga orang Yahudi dan orang Islam. Kenapa orang sekarang ini begitu mudah mengangggap umat Islam tidak toleran, apa dasamya dan akarnya?

Mereka memutarbalikkan fakta sejarah ?
Sepanjang sejarah, penguasa-penguasa Muslim tidak pernah memaksa umat-umat agama lain untuk memeluk Islam. Tapi, coba bandingkan, semua bekas jajahan Spanyol dan Portugis, pasti jadi Katolik dengan kebrutalannya. Tapi tidak dengan bekas kesultanan Turki, seperti Bulgaria dan Yunani dengan Ortodoks Kristen. Yang masuk Islam itu sukarela karena Islam tidak memaksa. Tidak ada riwayatnya, penguasa Muslim melakukan pemaksaan.


(Sabili, 15 Juni 2005)

Tidak ada komentar: