Otonomi daerah memberikan keleluasaan khusus kepada pettier intah daerah dalam pengelolaan sumher daya alam dan melakukan kerjasama dengan pihak asing?
Persoalan mendasar dalam otonomi daerah adalah desentralisasi politik yang tidak disertai dengan desentralisasi fiskal. Untuk itu pada satu sisi, kewenangan administratif dan politik pemerintah daerah menjadi besar. Akibatnya, daerah membutuhkan dana yang besar. Misalnya, ada beberapa pegawai yang sebelumnya ditanggung pemerintah pusat kini menjadi tanggungan pemerintah daerah. Kondisi itu dihadapkan dengan keterbatasan fiskal mereka, yaitu keuangan daerah. Inilah yang akan menimbulkan persoalan. Apalagi penyelesaiannya diarahkan untuk mencari penyelesaian sendiri. Salah satunya dengan penarikan retribusi dan Perda pungutan yang tidak proporsional.
Nampaknya pemerintah daerah memegang pragmatisme baru, yaitu dengan mengandalkan adanya investor asing dan juga dengan pinjaman luar negeri. Namun demikian, walaupun untuk mengundang investor asing, lalu membuat utang luar negeri, pemerintah daerah harus seijin pemerintah pusat. Sebaiknya pemerintah daerah memikirkan bagaimana memperbaiki sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Jika terjadi tambal sulam, yang paling berbahaya adalah daerah akan terjebak utang. Utang sendiri bukan sesuatu yang bebas resiko politik. Bisa saja daerah tertentu yang memang mempunyai jaminan berupa alam atau wilayah strategis, justru akhirnya jaminan itu dikuasai pihak asing.
Persoalan mendasar dalam otonomi daerah adalah desentralisasi politik yang tidak disertai dengan desentralisasi fiskal. Untuk itu pada satu sisi, kewenangan administratif dan politik pemerintah daerah menjadi besar. Akibatnya, daerah membutuhkan dana yang besar. Misalnya, ada beberapa pegawai yang sebelumnya ditanggung pemerintah pusat kini menjadi tanggungan pemerintah daerah. Kondisi itu dihadapkan dengan keterbatasan fiskal mereka, yaitu keuangan daerah. Inilah yang akan menimbulkan persoalan. Apalagi penyelesaiannya diarahkan untuk mencari penyelesaian sendiri. Salah satunya dengan penarikan retribusi dan Perda pungutan yang tidak proporsional.
Nampaknya pemerintah daerah memegang pragmatisme baru, yaitu dengan mengandalkan adanya investor asing dan juga dengan pinjaman luar negeri. Namun demikian, walaupun untuk mengundang investor asing, lalu membuat utang luar negeri, pemerintah daerah harus seijin pemerintah pusat. Sebaiknya pemerintah daerah memikirkan bagaimana memperbaiki sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Jika terjadi tambal sulam, yang paling berbahaya adalah daerah akan terjebak utang. Utang sendiri bukan sesuatu yang bebas resiko politik. Bisa saja daerah tertentu yang memang mempunyai jaminan berupa alam atau wilayah strategis, justru akhirnya jaminan itu dikuasai pihak asing.
Faktanya, kepala daerah justru menjadikan tingginya minat investor asing sebagai indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah?
Itulah pekerjaan teknokrat neoliberal. Mereka selalu mengumandangkan tidak mempunyai uang, maka perlu berhutang, perlu mengundang investor asing. Untuk itu regulasi kita harus dirubah, kita harus membuka diri, kalau perlu aturan investasinya harus dirubah, mereka sudah merubah dengan penanaman modal dan di dalamnya sangat leluasa untuk kepentingan asing. Para kepala daerah baik bupati, walikota maupun gubernur tidak mau berkonfrontasi dengan pemerintah pusat. Mereka berkutat pada propaganda, karena pada kenyataanya nanti tetap saja harus seijin pemerintah pusat. Saat ini otonomi daerah baru masuk dalam tahap otonomi politik, belum sampai pada otonomi ekonomi dan keuangan negara.
Penguasa daerah justru berlomba menjadi raja-raja baru di daerah. Di sejumlah daerah para penguasa daerah justru mendapat resistensi dari rakyat. Hal itu justru akan memunculkan dorongan untuk kembali pada sentralisasi?
Pelaksanaan otonomi daerah ada sisi positifnya. Dalam implementasi otonomi daerah ternyata bisa mengungkap kasus pelanggaran, terutama korupsi. Dengan adanya otonomi daerah, fungsi kontrol masyarakat terhadap pemerintahan itu bisa berjalan. Artinya, sudah sewajarnya pemerintah daerah mendapat porsi kewenangan dalam mengelola keuangan negara untuk kepentingan daerah yang lebih memadai. Walaupun istilahnya beragam, (misalnya, otonomi khusus, dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dana otonomi khusus), semuanya itu, ketika dilihat proporsi yang diperoleh masing-masing daerah ternyata masih jauh dari memadai.
Kita harus melihat kondisi itu pada kontek sentralisasi keuangan yang sekarang masih terjadi dan itu yang harus didesentralisasikan. Selain itu sistem perencanaan kebijakan pembangunan seharusnya bisa didesentralisasi supaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.
Pengaturan sumber daya keuangan negara yang ada itu bisa mencukupi dan tidak tergantung dengan hutang. Karena utang itu kelihatannya sangat diperlukan, tetapi dalam praktiknya hutang-hutang itu ada yang sudah 20 tahun belum cair.
Pelaksanaan otonomi daerah ada sisi positifnya. Dalam implementasi otonomi daerah ternyata bisa mengungkap kasus pelanggaran, terutama korupsi. Dengan adanya otonomi daerah, fungsi kontrol masyarakat terhadap pemerintahan itu bisa berjalan. Artinya, sudah sewajarnya pemerintah daerah mendapat porsi kewenangan dalam mengelola keuangan negara untuk kepentingan daerah yang lebih memadai. Walaupun istilahnya beragam, (misalnya, otonomi khusus, dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dana otonomi khusus), semuanya itu, ketika dilihat proporsi yang diperoleh masing-masing daerah ternyata masih jauh dari memadai.
Kita harus melihat kondisi itu pada kontek sentralisasi keuangan yang sekarang masih terjadi dan itu yang harus didesentralisasikan. Selain itu sistem perencanaan kebijakan pembangunan seharusnya bisa didesentralisasi supaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.
Pengaturan sumber daya keuangan negara yang ada itu bisa mencukupi dan tidak tergantung dengan hutang. Karena utang itu kelihatannya sangat diperlukan, tetapi dalam praktiknya hutang-hutang itu ada yang sudah 20 tahun belum cair.
Ada beherapa daerah yungjustru menyatakan tidak membutuhkan investor asing, dengan alasan memiliki sumber daya alamyang memadai?
Selama ini daerah-daerah yang mempunyai sumber daya alam mendapatkan porsi yang kurang berimbang. Di mana, ada sebagian besar hasil SDA diambil pemerintah pusat. Memang, SDA sangat membantu. Seharusnya pengelolaan SDA harus terintegarsi untuk kepentingan nasional bukan hanya untuk akses konsumsi. Seharusnya otonomi daerah juga harus melihat potensi real ekonomi lokal yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri dan daerah sekitarnya. Jadi tidak mesti terjebak pada kontek ekonomi industri, misalnya di suatu wilayah memiliki kekhasan bidang pertanian, itu bisa menjadi pilihan.
Namun jika terkait industri SDA, proporsinya harus diberikan bagian yang lebih memadai kepada pemerintah daerah. Artinya, dalam mengatasi problem keuangan tingkat daerah sebenarnya tidak perlu bergantung pada pihak luar negeri baik investor asing maupun utang luar negeri. Yang butuhkan yaitu redistribusi lewat perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Seharusnya pemerintah pusat mengurangi penyerapan pendapatan nasional dan itu dibagi pada pemerintah daerah.
Di beberapa wilayah mulai diterapkan Free Trade Zone. Sejauhmana implikasi penerapan itu terhadap keuangan daerah?
Free trade zone (FTZ) hanya merupakan strategi akal-akalan. Di mana jika tidak bisa masuk ke seluruh wilayah negara, maka masuk di wilayah tertentu. FTZ tidak akan pernah melakukan transformasi, karena selalu berorientasi membuka dan mencari pasar baru dan sumber-sumber bahan baku murah, termasuk tenaga kerja murah. Selanjutnya, jika FTZ berjalan, perekonomian daerah akan menjadi subordinasi dari kegiatan perekonomian global.
Misalnya, mereka menjadi pelayan perusahaan multinasional, tidak akan ada lagi pasar tradisonal. Yang ada, rakyat hanya berdagang kaki lima dan di emperan mal-mal besar.
(Wawancara dgn Kusfiardi (Koordinator Koalisi Anti Utang), Dwi Mingguan Intelijen No 18 Th IV 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar