Indosat, BUMN yang melayani jasa telekomunikasi sekaligus pengendali satelit palapa yang sahamnya jatuh ke tangan Singapura lewat konspirasi politik dan bisnis dengan "agen Yahudi Melayu" yang bercokol dalam jajaran kabinet pemerintahan Megawati.
Kolumnis Yudhistira Massardi berkata satir, "Kini, bangsa Indonesia sudah telanjang bulat di telinga orang Singapura. (http://www.gatra.com/, 27 Desember 2002). Yudhis, penulis kisah legendaris "Arjuna Mencari Cinta," menyatakan hal itu setelah melihat kenyataan di depan mata bahwa seluruh infrastruktur telekomunikasi di negeri besar ini telah dikuasai oleh negeri kecil bernama Singapura.
Telkomsel sebagai penyedia jasa telekomunikasi terbesar di Indonesia 35% sahamnya sudah dikuasai Singtel (Singapore Telecomunication), lalu disusul dengan "jatuhnya" Indosat yang 41,39% sahamnya juga telah dikuasai Singapura lewat STT. Jatuhnya dua perusahaan besar penyedia jasa telekomunikasi ini memiliki arti sedikitnya 75% dari sekitar 10 juta pengguna telepon selular di Indonesia telah dikontrol Singapura.
Tidak ada lagi ruang privat bernama keamanan nasional Indonesia. Tidak ada lagi pembicaraan rahasia di negara ini yang tidak melewati kuping anak buahnya Lee Kuan Yew. Jangankan pembicaraan resmi, obrolan santai penuh keintiman antara para pejabat dengan para perempuan simpanannya pun bisa didengar langsung di telinga Lee Kuan Yew. Termasuk desahan para operator Party Line (sex phone) yang tengah marak dan terus dipelihara oleh pemerintah Indonesia. Semua transaksi bisnis, bisnis beneran mau pun "bisnis lendir", antara para pejabat Indonesia dengan rekan dan rekan wanitanya juga sampai di telinga Mr. Lee. Pokoknya tidak ada lagi yang namanya, "Ini rahasia ya.
Penguasaan Singapura atas udara Indonesia (kepemilikan Indosat, Telkomsel, ditambah dengan pengoperasian satelit pengintai OFEQ-5, ini yang baru ketahuan) memang sangat riskan bagi kita. Yudhistira Massardi tidak berlebihan, bahkan kurang. Seharusnya ia bilang, "Kini, bangsa Indonesia sudah telanjang bulat dan pasrah di hadapan orang Singapura." Inilah kenyataannya. Apalagi ditambah dengan alasan memerangi terorisme. Semuanya bisa dilakukan! Bahkan desahan orang Papua di puncak pegunungan Jaya Wijaya yang menggunakan telepon satelit pun bisa sampai kedengaran di Orchard Road, Singapura.
Kolumnis Yudhistira Massardi berkata satir, "Kini, bangsa Indonesia sudah telanjang bulat di telinga orang Singapura. (http://www.gatra.com/, 27 Desember 2002). Yudhis, penulis kisah legendaris "Arjuna Mencari Cinta," menyatakan hal itu setelah melihat kenyataan di depan mata bahwa seluruh infrastruktur telekomunikasi di negeri besar ini telah dikuasai oleh negeri kecil bernama Singapura.
Telkomsel sebagai penyedia jasa telekomunikasi terbesar di Indonesia 35% sahamnya sudah dikuasai Singtel (Singapore Telecomunication), lalu disusul dengan "jatuhnya" Indosat yang 41,39% sahamnya juga telah dikuasai Singapura lewat STT. Jatuhnya dua perusahaan besar penyedia jasa telekomunikasi ini memiliki arti sedikitnya 75% dari sekitar 10 juta pengguna telepon selular di Indonesia telah dikontrol Singapura.
Tidak ada lagi ruang privat bernama keamanan nasional Indonesia. Tidak ada lagi pembicaraan rahasia di negara ini yang tidak melewati kuping anak buahnya Lee Kuan Yew. Jangankan pembicaraan resmi, obrolan santai penuh keintiman antara para pejabat dengan para perempuan simpanannya pun bisa didengar langsung di telinga Lee Kuan Yew. Termasuk desahan para operator Party Line (sex phone) yang tengah marak dan terus dipelihara oleh pemerintah Indonesia. Semua transaksi bisnis, bisnis beneran mau pun "bisnis lendir", antara para pejabat Indonesia dengan rekan dan rekan wanitanya juga sampai di telinga Mr. Lee. Pokoknya tidak ada lagi yang namanya, "Ini rahasia ya.
Penguasaan Singapura atas udara Indonesia (kepemilikan Indosat, Telkomsel, ditambah dengan pengoperasian satelit pengintai OFEQ-5, ini yang baru ketahuan) memang sangat riskan bagi kita. Yudhistira Massardi tidak berlebihan, bahkan kurang. Seharusnya ia bilang, "Kini, bangsa Indonesia sudah telanjang bulat dan pasrah di hadapan orang Singapura." Inilah kenyataannya. Apalagi ditambah dengan alasan memerangi terorisme. Semuanya bisa dilakukan! Bahkan desahan orang Papua di puncak pegunungan Jaya Wijaya yang menggunakan telepon satelit pun bisa sampai kedengaran di Orchard Road, Singapura.
(Rizki Ridyasmara, "Singapura Basis Israel Asia Tenggara", Khalifa, Jkt, 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar